JUMAT, 25 Juni 2021, pagi, saya berjalan kaki dari tepi Jalan Ciledug Raya, Tangerang Kota, seberang Universitas Budi Luhur, melintasi Jalan Adam Malik Raya, menuju ke pusat perdagangan kain dan baju Cipadu.
Saya memotong jalan, masuk ke Taman Cipulir Estate. Jarak jalan , sekitar 1500 meter.
Sepanjang jalan antara tepi Ciledug Raya, lewat perumahan Cipulir Estate ke wilayah perdagangan kain dan baju Cipadu, saya banyak memperhatikan orang-orang yang tidak mengenakan masker.
Dalam waktu 40 menit perjalanan saya mencatat ada 25 orang tidak memakai masker. Saya catat, tiga orang tukang pengangkut sampah dengan gerobak bermotor yang beroperasi sepanjang jalan Adam Malik Raya, tiga orang penjual makanan goreng di lokasi terpisah, empat tukang ojek, dua tukang pemelihara taman perumahan dan selebihnya adalah mereka yang melintas.
Seorang pengangkut sampah bernama dengan inisial, SR (laki-laki), saya tanya kenapa ia tidak pakai masker. “Saya memang sengaja tidak bawa masker, karena kerja mengangkut sampah itu harus bisa menghirup aroma sampah yang kami angkut tiap hari.....ada kenikmatan,” ujar SR.

Tidak takut diserang virus corona ? “Sampai sekarang saya tetap sehat tuh. Pokoknya, rasanya tidak afdol kalau tukang angkut sampah tidak bisa menikmati aroma sampah yang sudah lama saya nikmati,” ujarnya terbahak-bahak.
Sementara, YN, tukang taman dikompleks perumahan hanya tersenyum dan pergi menghindar ketika saya tanya kenapa tidak pakai masker.
Sedangkan seorang tukang ojek yang sedang duduk di pangkalan ojek perumahan awalnya diam. Tapi tukang ojek yang keberatan menyebut namanya kemudian berkata singkat, “Wah beli masker cuma mengurangi pendapatan.” Tukang ojek ini segera pergi.
Inilah serba-serbi kecil orang tidak memakai masker di masa pandemi yang merebak lagi lebih parah. Repot ya. (yoso)