DI suatu senja tanpa hujan di pertengahan pekan ini, antara tanggal 14 - 19 November 2021, di sebuah gang kecil di wilayah Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, terjadi perdebatan sengit antara sekelompok remaja belasan tahun dan orang-orang tua yang tinggal di gang tersebut.
Mereka memperdebatkan soal boleh atau tidak memperdagangkan atau memperjualbelikan atraksi kesenian Betawi (termasuk barang seni) demi semata-mata untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Senja itu, kelompok pengamen kesenian Betawi, Ondel-ondel, yang terdiri dari para remaja dari kampung yang jauh dari Petukangan Selatan berkeliling di kawasan Petukangan Selatan.
Selama beberapa tahun terakhir ini kelompok ini hampir tiap hari berkeliling menjajakan “seni boneka ondel-ondel” tersebut. Selama ini pula kegiatan ondel-ondel keliling ini berjalan lancar dan boleh dikata bisa menghasilkan uang sekitar Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta per hari.
“Kadang-kadang ada yang memberi kami Rp 2 juta,” kata Ep, remaja usia 17 tahun yang memimpin kelompok ondel-ondel keliling ini.

ilustrasi. (ucha)
Namun, Rabu sore, 17 November lalu, di sebuah gang, kelompok ondel-ondel keliling ini dicegat beberapa orang berusia antara 50-60 tahun. “Hei, kalian bikin malu orang Betawi, masak, seni tradisional ondel-ondel dipakai untuk ngamen, untuk cari duit dengan cara begini,” kata Babe Mso, tokoh tua gang tersebut.
Menurut Babe Mso, seni ondel-ondel ini harus dipertontonkan secara “terhormat” secara resmi, seperti pawai, arak-arakan atau pertunjukan untuk memperingati hari kemerdekaa RI atau hari-hari besar remi lainnya. “Barang seni seperti ini bukan untuk cari duit dengan ngamen,” ujar pria berambut putih itu.
Ep dengan lantang membalas ucapan Babe Mso. “Daripada kami merampok, nyopet, terlibat narkoba, atau jual barang seni dengan menipu......kan lebih baik kami membawa onde-ondel ini,” ujar Ep.
“Noh tuh, si Kocek yang sering menjajakan lukisan di sini koq nggak Babe larang ? Masak dia sering bilang lukisan ular sanca yang dijual itu bisa membuat terpilih jadi lurah bagi pembelinya,” kata Ep lagi.
Debat ini berlangsung hingga tengah malam. Debat “kusir” itu usai karena mereka yang terlibat dalam debat di gang sempit ini merasa capek dan letih. Selamat malam Betawi. (Ciamik)