Akan Terpilih, Bakal Capres Pendukung IKN Baru?

Minggu 06 Feb 2022, 07:00 WIB

TANGGAL 1, 2 dan 3 Februari 2022 di kawasan Tangerang timur dan Jakarta Selatan tidak hujan samasekali. Ini memberi kesempatan saya untuk leluasa untuk ikut diskusi rutin dengan kelompok kajian strategis Hang Lekir (HL) 717 di Kebayoran tentang masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini menjelang pemilihan umum tahun 2024.

Masalah yang selalu muncul dalam diskusi adalah pemindahan ibukota negara, covid-19 dan orang-orang yang diperkirakan akan maju jadi calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden tahun 2024 nanti.

Bahan-bahan referensi dalam diskusi itu antara lain berasal dari hasil pertemuan pertemuan terpisah dengan para tokoh nasional seperti Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto, Waketum Golkar Bambang Soesatyo, Waketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nusron Wahid, Ketum PBNU Yahya Staquf, Sultan Hamengku Buwono X, Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Wakil Presiden 2004 - 2009 dan 2014 - 2019) Jusuf Kalla dan seterusnya.

Hal-hal yang muncul dalam diskusi rutin kelompok kajian strategis HL 717 ini banyak menjadi bahan renungan pribadi di tempat tinggal saya di kawasan perumahan Taman Cipulir Estate di Larangan, Kota Tangerang, Banten.

Jumat subuh, 4 Februari 2022 ketika hujan turun deras dan banjir di Taman Cipulir Estate, saya terbangun dari tidur. Memandang hujan dan banjir muncul di benak saya, masalah-masalah yang diperdebatkan dalam pertemuan dengan kelompok HL 717. Antara lain masalah banjir dan kemacetan di Jakarta sekitarnya yang tak pernah teratasi oleh para pimpinan negeri ini.

 

Ilustrasi Tepi Pluit. (ucha)

Kemacetan dan banjir yang dahulu dianggap oleh seorang pimpinan nasional sebagai hal tidak sulit diatasi ini dalam diskusi di HL 717 dinilai sebagai salah satu pendorong Pemerintah dan DPR “terburu-buru” membuat undang-undang pemindahan ibukota negara (IKN) setelah anggapan pimpinan nasional itu ternyata salah besar.

Walau negeri ini masih dilanda covid 19 undang-undang IKN itu dibuat dan akan segera dilaksanakan. Selama puluhan tahun banyak warga  di sebagian wilayah Jakarta dan sekitarnya hidup seperti mahluk ampibi (misalnya kodok) yang bisa hidup di dua alam, darat dan air. 

Saya jadi ingat tentang kepanjangan dari kata “ampibi” ini dalam tulisan almarhum Harmoko dalam bukunya “Tantangan Pemerintahan 2014 - 2019”.
Mantan Ketua Golkar itu mengatakan “ampibi” adalah singkatan dari “Anak, menantu, ponakan, ipar, besan dan istri” dalam negeri yang menganut sistem kekerabatan  atau sistem oligargi, kolusi dan nepotisme (OKN).

Ada hal lain yang menempel dalam benak saya dari diskusi HL 717. Dalam diskusi ini muncul sebuah teori  yang menyatakan, “jangan-jangan pemindahan ibukota negara ini lebih didorong oleh wisik (bisikan) supranatural”

Muncul pula pertanyaan apakah para calon presiden untuk pilpres 2024 yang mendukung pemindahan IKN ini akan terpilih ? Atau hasil survei akan menghasilkan prosentase tinggi bagi orang-orang yang diperkirakan akan dicalonkan untuk pilpres mendatang ? Jawabannya, tanyakan pada mahluk ampibi (misalnya kodok) atau virus corona (bukan merek mobil). (ciamik)

Berita Terkait

IKN, Ojo Kesusu!

Senin 07 Feb 2022, 06:30 WIB
undefined

News Update