KAMIS sore kemarin setelah beberapa pertemuan di kantor, tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 15:30. Karena banyaknya kesibukan, perut saya hanya terganjal kopi pahit hitam dan cemilan singkong goreng saja.
Dalam perjalanan menuju pertemuan selanjutnya di luar kantor, kebetulan ada tukang bakso yang sedang mangkal di pinggiran. Melihat kondisi pembeli yang sepi dan si penjual yang juga memakai masker, saya memutuskan untuk berhenti dan nongkrong makan siang.
"Bang mau baksonya lengkap pakai tauge dan bihun tanpa kecap manis ya!" pesan saya ke abang bakso. Tanpa tunggu lama pesanan saya pun langsung jadi. Sambil makan saya bertanya-tanya membuka percakapan.
Nama si abang bakso adalah Joni dan berusia 39 tahun. Karena tidak jauh lebih muda dari saya, hilanglah panggilan Bang. "Wahh keren banget namanya bro! Nama asli ya? Memang asal dari mana?" tanya saya. Ternyata nama aslinya adalah Sujono asli Ngadirojo, Wonogiri, Jawa Tengah.
"Yahh biar lebih keren lah mas di Jakarta saya ganti panggilan jadi Joni yang penting masih ada Jon-nya dan nggak melenceng banget," jawab bro Joni sambil mesam-mesem.
Rasa bakso jualan bro Joni sih lumayan enak menurut saya, kalau saja tepungnya bisa dikurangi sedikit jadi tekstur dagingnya lebih terasa, pasti akan lebih endol. "Ya sejak 6 bulan lalu saya akalin campuran tepung dan dagingnya mas, soalnya tekor terus," tanggap bro Joni terhadap masukan saya.

Ilustrasi pedagang bakso. (kartunis: poskota/ucha)
Bro Joni pun langsung curhat tentang kehidupannya kepada saya, "Berat mas situasi sekarang ini. Dulu saya kerja jadi buruh loh di kawasan Cikarang. Tapi sejak September tahun lalu kena PHK karena kondisi pabrik tempat saya kerja juga berat hampir tutup karena pandemi."
"Untungnya dulu sewaktu masih di Wonogiri saya pernah bantu simbok jualan bakso jadi taulah dikit-dikit bikin bakso. Memang benar kata pepatah buah tidak jatuh jauh dari pohonnya," ungkapnya.
Untuk menghidupi keluarganya bro Joni mulai berjualan dari pukul 9 pagi sampai 8 malam. Istrinya pun menyambi jualan es cincau di depan rumah kontrakannya sambil menjaga kedua putrinya yang berusia 4 tahun dan 7 tahun.
Curhatannya terus berjalan sambil saya menikmati kuah bakso. "Terus terang saya kecewa banget mas. Ini saya dengar dan baca kok banyak sekali para pemimpin dan anggota DPR yang ketangkep korupsi ya. Tapi saya haqqul yaqin itu yang ketangkep baru sedikit sekali, pasti aslinya yang korupsi lebih banyak. Apa mereka nggak malu ya nilep duit negara setoran rakyat yang harusnya bisa untuk nyejahterain orang-orang kayak saya? Mana ekonomi lagi gak karuan gara-gara pandemi dan biaya hidup makin mahal," curcol bro Joni kepada saya.
"Ini aja untuk nyambung hidup selain jualan bakso saya harus ngutang kemana-mana. Apa nggak takut ya mereka kalau diminta pertanggung-jawabannya di akhirat nanti? Yang dipikirin dunia saja. Apa mungkin mereka korupsi juga untuk ngebalikin modal pas mereka dulu nyalonin diri dan juga untuk setoran ke partai pendukungnya untuk pemilihan 2024 ya mas?" sambungnya.
Salut saya sama bro Joni ini, walaupun pekerjaannya jualan bakso tapi ternyata melek terhadap situasi politik dan ekonomi di negara ini.
"Ya begitulah bro. Kalau saya sih percaya masih ada pemimpin dan anggota-anggota dewan yang masih punya hati nurani dan mikirin rakyat. Berdoa saja bro, mudah-mudahan yang khilaf segera sadar. Perasaan saya banyaknya bencana yang kita alami sekarang ini juga teguran dari yang di Atas untuk mereka dan kita semua. Yang penting kita tetap eling lan waspodo. Jaga kesehatan dan sukses terus ya bro!" komen saya menanggapi curcolan dan menenangkan kegalauan bro Joni sambil membayar bakso untuk kembali melanjutkan perjalanan ke pertemuan berikutnya. (azisoko)