JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), mengecam keras dugaam praktek perbudakan modern yang terjadi di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
Menurut Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, apa yang telah dilakukan oleh TRP, selain dari melakukan perbudakan modern (modern slavery), ia juga terbukti telah melakulan pelanggaran HAM dengan tidak memberikan para pekerja tersebut tindakan yang manusiawi.
"Selain perbudakan, para korban juga mengalami bentuk pelanggaran HAM dan tindakan tidak manusiawi lainnya seperti tempat tinggal yang tidak layak, pembatasan ruang gerak, perampasan kemerdekaan seseorang, tindakan penyiksaan, upah yang tidak layak, makanan yang tidak layak dan dihalanginya akses informasi dengan pihak luar," ujar Fatia dalam keterangan resmi seperti dikutip Poskota.co.id, Selasa (25/1/2022).
Dia menambahkan, atas dugaan adanya tindakan penyiksaan yang dialami oleh para pekerja seperti dipukul hingga mengalami lebam dan luka, tentu saja mencederai norma konstitusi yang mengamanatkan, bahwa hak untuk tidak disiksa sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi dan kondisi apapun.
Terang dia, Indonesia juga telah meratifikasi The United Nations Convention againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1998.
"Kami melihat bahwa ruang tertutup seperti kerangkeng memang rawan terjadinya tindakan penyiksaan. Ditambah dengan temuan bahwa kondisi tempat tinggal tidak layak dan banyak perlakuan tidak manusiawi lainnya seperti pemotongan rambut secara paksa semakin membuktikan adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai UNCAT," tuturnya.
Jelas Fatia, praktik yang terjadi di Langkat, Sumatera Utara sudah termasuk klasifikasi upaya kerja paksa (forced labor).
Sebab tidak dilakukan dengan sukarela dan dengan ancaman hukuman.
Terlebih praktik kerja paksa biasanya dilakukan di tempat tertutup dan tidak berperikemanusiaan.
"Hal ini memperlihatkan bahwa negara tidak mampu mewujudkan komitmen terhadap Konvensi ILO tentang Penghapusan Kerja Paksa sebagaimana telah diratifikasi melalui UU No. 19 Tahun 1999," imbuhnya.
Lebih lanjut, KontraS, kata dia atas peristiwa dugaan perbudakan modern tersebut, mendesak kepada pihak seperti Komnas Ham, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Polda Sumatera Utara selaku aparat penegak hukum yang menaungi wilayah itu.
Kepada Komnas HAM, desaknya, segera melakukan investigasi dan membongkar secara tuntas praktek pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
Pun kepada LPSK, pinta dia segera menjamin hak atas rasa aman dengan melakukan perlindungan terhadap para korban.
Selain itu LPSK juga harus segera melakukan pemulihan efektif bagi para korban perbudakan baik secara fisik maupun psikologis.
"Kepada Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini Polda Sumatera Utara untuk mengusut secara tuntas dan berkeadilan dengan menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam praktik perbudakan di rumah Bupati Langkat tersebut," tutup Fatia.
Sekadar informasi, rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin belakangan ini menjadi bahan perbincangan banyak pihak setelah ditemukan adanya kerangkeng manusia yang diduga digunakan TRP untuk melakukan perbudakan kepada para pekerja sawit.
Hal itu, diungkapkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati buruh, Migrant Care yang menerima laporan ihwal temuan kerangkeng manusia di lahan belakang rumah TRP.
Atas hal tersebut, Migrant Care kemudian melaporkan hasil temuan itu kepada Komnas HAM guna dilakukan upaya tindakan lanjutan. (CR10)