“Selain kapabilitas, diperlukan tokoh yang memiliki akseptabilitas, integritas dan moralitas yang tinggi agar kabinet menjadi kuat dan sehat..” - Harmoko
MENGOCOK ulang, menata, membenahi atau mengevaluasi kabinet merupakan sebuah kebutuhan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Tetapi merombak komposisi kabinet, belum menjamin kinerja menjadi lebih baik, dapat menyelesaikan beragam problema, jika hanya mengedepankan bagi-bagi kursi jabatan. Jika sebatas mengakomodir syahwat parpol koalisi.
Sulit dipungkiri, selama ini utak-atik kabinet lebih dominan didasarkan kepada pertimbangan politik, ketimbang capaian kinerja. Mengakomodir kepentingan parpol pendukung pemerintah dengan menempatkan kadernya dalam kabinet, suatu hal yang tidak bisa dihindari, jika tidak disebut sebuah keharusan.
Ini tidak lain untuk membangun kabinet yang solid, serta menguatkan dukungan legislatif demi kelancaran tugas-tugas eksekutif. Dari aspek ini terpenuhi, dan telah teruji selama ini kebijakan pemerintah mendapat dukungan penuh dari para wakil rakyat di Senayan. Sebut saja lahirnya UU Cipta Kerja, pemindahan IKN ke Kalimantan Timur, nyaris tanpa hambatan.
Tetapi apakah semua kebijakan yang dikeluarkan itu memang menjadi prioritas rakyat, menyelesaikan masalah yang sangat mendesak, saat ini dibutuhkan rakyat?Jawabnya, itulah yang perlu dikaji. Sebab, prinsip kebijakan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menyelesaikan masalah yang membelit rakyat, bukan menambah sembelit rakyat.
Pertimbangan tersebut di atas hendaknya tidak terabaikan ketika merombak kabinet agar menjadi lebih baik. Kabinet yang memajukan, bukan memundurkan. Mampu mendulang prestasi, bukan menebar kontradiksi. Kabinet yang lebih aspiratif terhadap tuntutan rakyat, lebih empati terhadap kondisi rakyat saat ini.
Ingat kabinet ada batas waktu, bekerja bukan untuk masa mendatang, tetapi sekarang dengan menyelesaikan masalah yang terjadi di depan mata seperti bagaimana mengatasi kelangkaan ketersedian pangan, harga sembako yang terus melejit, kebijakan minyak goreng yang menambah masalah, bukan menyelesaikan masalah.
Bahwa dalam menyelesaikan masalah yang terjadi sekarang sekaligus menempatkan fondasi untuk pembangunan jangka panjang agar kasus tak terulang, memang seharusnya demikian. Tetapi bukan berarti lebih menaruh perhatian kepada program masa mendatang, meraih impian, sementara problema yang dihadapi rakyat sekarang, terabaikan.
Kondisi inilah sepertinya yang membuat isu reshuffle kian menguat, selain telah bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi sejak 31 Agustus tahun lalu, namun hingga kini belum mendapat jatah kursi. Terlepas dari upaya mengakomodir parpol koalisi, tenaga expert di bidangnya sangat dibutuhkan dalam kabinet guna memacu pemulihan ekonomi dan memecahkan masalah pangan rakyat.
Selain kapabilitas, diperlukan tokoh yang memiliki akseptabilitas, integritas dan moralitas yang tinggi agar kabinet menjadi kuat dan sehat seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kuat karena mendapat dukungan penuh dari rakyat menyusul kebijakan yang senantiasa pro-rakyat. Sehat, karena para menterinya memiliki integritas moral yang tinggi dengan memancarkan kewibawaan, kejujuran, kesopan-santunan, senantiasa mempertimbangkan hal baik dan buruk, pantas dan tidak pantas dilakukan oleh pejabat negeri.
Bukan menggunakan “aji mumpung”, memanfaatkan jabatannya dengan menumpuk investasi sebagai modal pemilu dan pilpres tahun 2024. Pembiaran terhadap penyimpangan, sekecil apapun akan merapuhkan kinerja kabinet. Itulah perlunya pengendalian dari Presiden selaku penguasa kabinet untuk terus mengevaluasi kinerja para menteri, dengan mengacu kepada kehendak dan kebutuhan rakyat.
Siapapun yang diganti dan diangkat menjadi menteri, rakyat tidak akan mempersoalkan, asalkan membawa kemajuan guna mewujudkan cita-cita negeri yang adil dan makmur, berkeadilan sosial, berdaulat, beradab dan berketuhanan.
Siapa pun pejabat negeri, termasuk anggota kabinet, hendaknya tetap amanah. Jangan menyombongkan, mengandalkan, apalagi sampai menggadaikan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri dan koleganya.
Lihat juga video “BREAKING NEWS! Pesawat China, Boeing 737 dengan 133 Penumpang Jatuh di Pegunungan”. (youtube/poskota tv)
Mari kita rawat dan pelihara kekuasaan untuk kebaikan, bukan mengumbar kekuasaan demi memuasi ambisi pribadi.
Jangan pula berwibawa karena kekuasaan, tetapi hendaknya berkuasa karena citra diri sebagaimana pitutur luhur “Digdaya tanpa aji” ( sakti tanpa azimat) yang dapat diartikan kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa seseorang, karena perkataannya, sikap dan perbuatannya membuat orang lain menghargainya. (Azisoko*)