QATAR, POSKOTA.CO.ID - Piala Dunia 2022 di Qatar bukan hanya Piala Dunia termahal.
Suporter sepak bola di seluruh dunia yang ingin membeli replika kaus seragam tim nasional tercinta harus merogoh kocek cukup dalam untuk versi resminya.
Ini berarti menghabiskan lebih dari sepertiga gaji satu bulan seseorang yang mendapatkan upah minimum di sejumlah negara.
Janine Garcia tidak berpikir dua kali ketika dia melihat kios di lapangan Saens Pena, tempat berkumpulnya pedagang kaki lima yang populer di sisi utara Rio de Janeiro. Tempat itu penuh dengan tenda berwarna kuning dan biru, penuh dengan ratusan kemeja tim nasional Brasil versi tiruan alias KW yang tergantung di setiap sudut. Dia membeli yang biru yakni warna seragam kedua Brasil.
“Mereka terlihat begitu mengkilap sehingga banyak rekan kerja dan teman meminta saya untuk membelikan untuk mereka juga," kata guru berusia 42 tahun tersebut sambil tertawa.
Kaus versi KW itu harganya setara dengan $14 atau Rp 220.000. Harga ini hanya sekitar seperlima dari harga seragam resmi yang diproduksi raksasa pakaian olahraga Amerika Serikat Nike yang bernilai $ 65 atau Rp 1,2 juta.
Ada juga versi premium, sama dengan setelan yang dikenakan pemain Brasil di Piala Dunia 2022, tetapi Anda harus membayar $ 130 atau Rp 2,04 juta.
Saat ini, upah minimum bulanan di Brasil adalah sekitar $ 225 atau Rp 3,5 juta. Harga kaus seragam yang lebih murah sampai hampir 30 persen dari angka tersebut dan yang lebih mahal sekitar 58 persen.
Kenaikan Harga
"Kaus sepak bola sudah jadi barang mewah buat kami," kata Janine Garcia.
Dalam sebuah artikel pada bulan September, majalah bisnis Brasil Exame melaporkan bahwa versi terbaru dari kaus Brasil yang diluncurkan menjelang Piala Dunia harganya telah naik 40 persen sejak turnamen terakhir empat tahun lalu. Meskipun Brasil tampil buruk untuk standar mereka.
Pemegang lima gelar juara dunia itu gagal lolos ke babak perempat final untuk ketiga kalinya dalam empat turnamen sejak terakhir kali mereka mengangkat trofi pada 2002. Tetapi Brasil bukan satu-satunya negara tempat harga kaus sepak bola membuat banyak orang heran dan mengeluh.
Kaus seragam nasional Inggris untuk Piala Dunia 2022 adalah yang termahal yang pernah dirilis di negara tersebut sedang menghadapi krisis ekonomi terbesar dalam satu generasi. Harganya $ 85 atau Rp 1,23 juta untuk versi yang paling murah. Di masa lalu, kenaikan harga kaus bola pernah dikritik sejumlah politikus termasuk mantan Perdana Menteri David Cameron.
"Ini mahal sekali. Orang tua berada di bawah tekanan besar untuk membeli kaus seragam terbaru dan kita tidak boleh dimanfaatkan," kata David Cameron kepada BBC pada 2014.
Penggemar Prancis yang ingin membeli kaus seragam baru tim juara dunia saat ini diharapkan untuk mengeluarkan sekitar $ 93 atau Rp 1,5 juta). Baik Inggris maupun Prancis bermitra dengan Nike sebagai pemasok seragamnya.
Namun di negara-negara ini dampak pada kantong penggemar tidak seberapa bila dibandingkan dengan beberapa lain. Upah minimum per jam nasional di Inggris adalah sekitar $ 11.50 atau Rp 180.000 yang setara dengan sekitar $ 1.750 atau Rp 27,4 juta per bulan. Di Prancis, upah bulanan minimum setara dengan hampir $ 1.400 atau Rp 21,9 juta.
Daya beli masyarakat di Ghana sangat jauh dari itu. Ini membuat para suporter tim nasional pada awal tahun ini turun ke media sosial untuk mengungkapkan kekecewaan mereka pada berita bahwa seragam Piala Dunia tim berjuluk "Black Stars" yang dibuat produsen pakaian asal Jerman Puma diluncurkan ke pasaran dengan harga sekitar $ 94 atau Rp1,4 juta.
"Kaus yang palsu belum keluar?" tanya salah seorang warganet.
Saat ini upah minimum resmi di negara tersebut menurut Kementerian Ketenagakerjaan adalah $ 0,95 atau hampir Rp 15.000 per jam atau mungkin sekitar $ 145 atau Rp 2,3 juta per bulan.
Di Senegal, pemegang gelar juara Piala Afrika saat ini, model tiruan alias KW dicari banyak orang di jalanan ibu kota Dakar. Meskipun badan sepak bola negara tersebut sudah meminta para fans untuk membeli kaus orisinalnya, juga didesain oleh Puma, untuk mendukung tim nasional.
Mulai tanggal 14 November, kaus model resmi dijual dengan harga sekitar $ 71, mencakup lebih dari 75 persen upah minimum bulanan Senegal yaitu $ 0,52 per jam atau $ 79 per bulan menurut Kementerian Ketenagakerjaan.
"Kaus orisinalnya kemahalan. Kausnya bagus. Tetapi orang-orang di sini tidak punya uang," kata Malik, seorang pedagang kaki lima di Senedal.
"Saya mendapat semakin banyak pelanggan," ucapnya sebelum mengungkapkan harapan tim Senegal bisa lolos ke babak 16 besar. Karena hal tersebut akan memungkinkan dia untuk menaikkan harga kaus jualannya.
Ekonomi Kaus Bola
Kaus bola sebenarnya bukan produk yang mahal untuk diproduksi. Richard Denton, dosen di Institut Manajemen Olahraga Johan Cruyff di Barcelona, memperkirakan biaya produksinya kurang dari $ 10 atau Rp 157.000 per unit.
"Ini jelas-jelas membuat harga final tampak kemahalan dan orang bisa berargumen bahwa itu tidak bisa dibenarkan," ucap Richard Denton.
"Tetapi harga yang tidak masuk akal bagi satu orang bisa masuk akal bagi yang lain karena ada biaya dan investasi lain yang terlibat dan memengaruhi harga finalnya."
Ahli ekonomi Cesar Grafietti, spesialisasi di bisnis sepak bola, menjelaskan bahwa harga final kaus sepak bola tidak terutama ditentukan oleh ongkos produksi. Pajak dan biaya logistik termasuk transportasi memberi dampak yang paling besar.
Dua komponen biaya itu telah membesar sejak pandemi virus corona sehingga mengganggu rantai pasok. Sementara perang di Ukraina menaikkan harga bahan bakar global.
"Produsen pakaian sebenarnya tidak mendapat banyak uang dari penjualan seragam karena mereka juga harus membayar klub-klub papan atas dan federasi sepak bola nasional uang yang tak sedikit untuk hak memproduksi seragam mereka," tambah Cesar Grafietti.
Persaingan Produsen Raksasa
Perusahaan raksasa seperti Nike dan saingan bebuyutannya Adidas melakukan segala cara untuk memastikan tim-tim paling bergengsi mengenakan peralatan buatan mereka.
Pada Piala Dunia kali ini, Nike adalah pemasok untuk 13 dari 32 tim yang berpartisipasi. Sementara Adidas memasok tujuh tim, termasuk empat kali juara dunia Jerman, dua kali juara dunia Argentina, dan tim favorit lainnya Spanyol.
Dua perusahaan besar ini membayar federasi nasional negara-negara tersebut total $ 275 juta atau Rp 4,3 triliun setahun untuk keistimewaan tersebut menurut situs bisnis olahraga SportsPro Media.
"Perusahaan-perusahaan ini punya pemegang saham yang jelas-jelas tidak akan suka kalau Adidas atau Nike tidak mengembalikan investasi sebesar itu melalui kesepakatan dengan tim-tim sepak bola," terang Richard Denton.
"Tetapi kita sendiri yang harus memutuskan apakah kaus itu mahal atau tidak. Karena itulah sebagian orang minum anggur murah dan sebagian lainnya minum anggur mahal."
Adidas, Puma, dan Nike dihubungi untuk memberikan komentar. Namun baru Adidas yang membalas. Dalam pernyataan tertulis, perusahaan mengatakan bahwa harga final mencerminkan kualitas bahan yang digunakan untuk membuat kaus serta ketahanannya.
"Seragam kami mengandung inovasi bahan yang sama dengan yang dipakai di lapangan serta dirancang dan diproduksi untuk dikenakan dengan bangga oleh para fans selama bertahun-tahun. Harganya mencerminkan tingkat ketahanan dan inovasi performa dalam pembuatannya."
Laku Keras
Janine Garcia dan kawan-kawannya menjauhi kaus seragam resmi yang tak terbeli. Tetapi tampaknya tidak semua orang dibuat enggan oleh harga mahal.
Artikel majalah Exame melaporkan kenaikan harga kaus seragam timnas Brasil sebesar 40 persen sementara perwakilan Nike mengatakan seragam tahun ini untuk Qatar adalah kaus yang paling laris dalam 26 tahun kemitraan antara perusahaan tersebut dengan badan sepak bola Brasil (CBF).
Tetapi Garcia tidak percaya hal tersebut.
"Saya ingin tahu siapa itu yang beli. Karena saya kenal banyak orang berduit yang akhirnya beli yang KW juga karena pertimbangan untung rugi," ujarnya.
"Ini tidak seperti tas atau pakaian desainer yang akan terus Anda pakai," pungkas Janine Garcia. ***
(RFI, BBC)