Masker sekali pakai.

Kesehatan

Waspada, Tumpukan Limbah COVID-19

Minggu 27 Mar 2022, 12:30 WIB

POSKOTA.CO.ID - Sampah sudah membanjiri negara-negara Afrika sebelum pandemi virus corona melanda.

Limbah terkait COVID-19 memperburuk situasi ini.

Masker bekas dapat ditemukan dengan mudah. Mengotori jalan, tersangkut di pohon, menyumbat saluran air, mencemari perairan, dan lautan.

Masker bedah berwarna biru muda memang berperan penting menahan laju penularan COVID-19 selama pandemi. Namun masker dan limbah medis COVID-19 lainnya saat ini menjadi masalah baru. Demikian dilansir dari Deutsche Welle.

Afrika sub Sahara mungkin lebih banyak mengalami kekurangan vaksin virus corona dan peralatan pelindung dibanding wilayah lain. Tetapi kondisi tersebut tidak menyelamatkan banyak negara Afrika dari dampak krisis sampah baru-baru ini.

Menurut sebuah penelitian di Ghana, sekitar 353 juta masker sekali pakai dibuang setiap hari di Afrika sub-Sahara. Masker dan limbah medis lainnya seperti sarung tangan dan baju pelindung juga telah mengubah jumlah dan komposisi limbah di benua itu.

Saat pengusaha pembuangan limbah Catherine Wanjoya berjalan melewati ibu kota Kenya Nairobi, dia hampir tidak bisa menahan amarahnya pada jumlah masker yang dibuang di jalan.

Bisnis Catherine Wanjoya, Genesis Care, sebelumnya fokus pada pembuangan produk sanitasi pada awal pandemi. Kini dia mengerjakan ulang insinerator untuk membakar  limbah peralatan pelindung seperti masker dan sarung tangan.

Risiko Lingkungan dan Kesehatan

Catherine Wanjoya menyebutkan masker yang dibuang juga merupakan ancaman kesehatan potensial selain menimbulkan ancaman lingkungan.

Lantaran muncul beberapa kasus masker sekali pakai yang dibuang telah dikumpulkan, dibersihkan, dan dijual kembali.

Bukan hanya masker yang dibuang sembarangan tetapi segala macam sampah medis.

"Jika anda pergi ke tempat pembuangan sampah terbuka, anda akan menemukan jarum, obat-obatan, dan perban bekas. Orang-orang mengais sampah tersebut untuk mendapatkan produk berguna yang bisa dijual lagi,” ujar Catherine Wanjoya.

"Jadi Anda melihat orang-orang seperti itu juga terinfeksi oleh limbah medis yang dibuang ke tempat pembuangan sampah terbuka."

Negara-negara berpenghasilan rendah, 23 di antaranya berada di Afrika.

Sebanyak 90 persen limbah mereka dibuang di tempat pembuangan yang tidak diatur, di ladang atau melalui pembakaran terbuka, menurut angka terbaru Bank Dunia.

Aktivis lingkungan Lillian Mulupi dari partai politik Kenya Gerakan Hijau Bersatu menyebutkan kondisi ini tercipta karena banyak kota di Afrika seperti Nairobi tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang berfungsi.

"Di banyak kabupaten tidak ada truk atau tempat sampah yang cukup, di beberapa daerah sampah bisa menumpuk selama lebih dari tiga hari tanpa diambil," katanya.

Sampah Sisa COVID-19

Jumlah limbah kesehatan terkait pandemi COVID-19 sangat besar. Menurut laporan WHO, PBB sendiri mendistribusikan sekitar 87.000 ton pakaian pelindung medis, 2.600 ton limbah tidak menular, dan 731.000 liter limbah kimia ke negara-negara kurang berkembang antara Maret 2020 dan November 2021.

Miliaran vaksinasi COVID-19 yang diberikan di seluruh dunia bertanggung jawab atas 144.000 ton limbah lainnya. Ini meliputi jarum suntik dan wadah pengumpul.

WHO mengakui skala sebenarnya kemungkinan akan jauh lebih tinggi.

Sebanyak 60 persen fasilitas perawatan kesehatan di negara-negara kurang berkembang tidak dilengkapi peralatan untuk menangani beban limbah yang ada. Apalagi beban COVID-19 tambahan.

Spesialis WHO untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Landry Kabego mengatakan bahwa membuang limbah medis dengan benar adalah bagian penting dari memerangi virus corona.

"Ketika suatu negara menghadapi pandemi seperti ini, mereka perlu menerapkan semua tindakan yang memungkinkan untuk memutuskan rantai penularan penyakit. Pengelolaan limbah adalah salah satunya," kata Landry Kabego.

Pengusaha pembuangan limbah Catherine Wanjoya setuju. Organisasinya bekerja dengan klinik kecil, yang tidak mampu membeli insinerator medis besar. "Karena terlalu mahal untuk mereka," katanya.

Perusahaannya menjadi satu-satunya di Kenya yang membuat insinerator yang lebih kecil.

Dia menambahkan bahwa salah satu solusi untuk masalah limbah adalah pemerintah Kenya bermitra dengan perusahaan seperti miliknya untuk memastikan klinik dapat membakar limbah medis sehingga tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.

Cara lain untuk mengatasi masalah ini adalah memastikan masyarakat memahami risiko lingkungan dan kesehatan yang berpotensi ditimbulkan oleh limbah medis yang dibuang sembarangan.

Kegagalan Memilah Limbah Infeksius

Otoritas Pengelolaan Lingkungan Nasional Kenya mengeluarkan pedoman tentang pemisahan dan pembuangan limbah perawatan kesehatan pada awal pandemi pada Maret 2020.

Berdasarkan pedoman tersebut, masker didefinisikan sebagai limbah infeksius dan tidak boleh dibuang bersama sampah umumnya.

Bagi Landry Kabego, pemilahan sampah medis menjadi sampah infeksius dan non infeksius adalah kuncinya.

"Sebagian besar fasilitas kesehatan kita tidak memilah sampah dengan benar. Jika tidak memilah dengan baik, ada banyak sampah infeksius dan non infeksius," katanya.

Untuk itu keberadaan tempat sampah khusus di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di ruang publik sangat penting. ***

Tags:
afrikasampahPandemiVirus Coronalimbah-medislimbah covid-19

Reporter

Administrator

Editor