POSKOTA.CO.ID - Informasi yang salah terkait kusta bisa membawa dampak buruk.
Ini mengakibatkan kusta sulit ditangani. Di samping itu berdampak pada pasien kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Hal ini diceritakan Al Kadri yang kini berdomisili di Makassar. Dia menunjukkan gejala kusta sejak usia 6 tahun.
“Sudah ada bercak di lutut yang mati rasa. Waktu itu saya tidak tahu bahwa itu adalah tanda kusta,” ucapnya pada Minggu (29/1/2023).
Dia melanjutkan,”Pada saat saya main, teman mencubit bercak itu sampai berdarah. Saya tidak merasakannya. Sampai salah satu orang tua dari teman saya mengetahui bahwa itu adalah tanda penyakit kusta dan mengatakan itu sangat berbahaya.”
Orang tersebut kemudian melaporkan ke Kepala Sekolah dan meminta sekolah tidak menyertakan Al Kadri dalam kegiatan belajar mengajar.
Dia mengisahkan orang kusta yang mengalami kerusakan organ diasingkan pada masa itu.
“Saat itu saya belum mengalami kerusakan organ, belum ada disabilitas, sehingga masih bisa bergaul dengan orang di lingkungan. Tetapi untuk bersekolah sudah tidak bisa karena ada yang berkeberatan.”
Al Kadri menyebutkan pada masa itu orang yang mengalami kusta dibuatkan rumah-rumah di kebun. Mereka dijauhkan dari keluarga karena dianggap penyakitnya sangat berbahaya. “Tahun 1977 waktu itu,” paparnya.
Dokter Febrina Sugiarto mengakui ada yang masih berpandangan bahwa kusta terkait dosa atau kutukan. Kemudian kusta menular karena sentuhan, higienitas yang buruk atau kurang menjaga kebersihan, dan kusta tidak bisa disembuhkan.
“Itu beberapa hoaks yang paling sering saya temui ketika pergi ke lapangan dan efeknya sangat buruk bagi OYPMK,” ucapnya seperti dikutip dari Youtube KBR dalam program yang dipersembahkan NLR Indonesia yang konsern pada isu kusta dan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
Pandangan bahwa kusta merupakan kutukan mengakibatkan orang tidak mencari solusi. Tetapi membuat orang cenderung malu keluar mencari pertolongan sehingga tidak terdeteksi kasusnya.
Kemudian ada yang masih mengucilkan OYPMK karena berpikir orang tersebut dapat membawa kesialan bagi komunitasnya.
Di samping itu kusta dianggap menular dengan sentuhan sehingga membuat tidak ada yang mau dekat dengan orang kusta.
“Hal ini sangat buruk bagi OYPMK. Karena mereka perlu ditemukan dan butuh pengobatan,” terangnya.
Febrina Sugiarto melanjutkan,“Pengobatan untuk kusta bukan pengobatan yang pendek dan membutuhkan banyak dukungan.”
“Apabila orang bersentuhan atau berada di ruangan yang sama dengan orang kusta tidak mau lalu bagaimana bisa dapat dukungan guna menjalani pengobatan?”
Kemudian pandangan yang salah dan fatal bahwa kusta tidak bisa disembuhkan.
“Kalau orang sudah merasa penyakitnya tidak bisa disembuhkan jadinya putus asa dan tidak berusaha mendapatkan pengobatan. Jadi merasa minum obat malah percuma. Hal ini berefek negatif sekali untuk OYPMK,” jelas Febrina Sugiarto.
Kusta dapat disembuhkan dan tidak mudah menular. Untuk itu perlu menghilangkan informasi yang salah tentang kusta di masyarakat.
Orang kusta memerlukan dukungan untuk sembuh dan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. ***