OBROLAN kakek dan cucu kali ini soal tempe dan tahu yang menjadi menu makanan sehari-hari. Dapat dikatakan, tiada hari tanpa tahu dan tempe. Inilah gambaran makanan rakyat Indonesia, orang Jawa khususnya, bukan hanya yang di gedongan, juga yang mepet kali dan sawah.
Mulai restoran di hotel bintang enam, kalau ada, hingga warung di emperan selalu tersedia menu tempe dan tahu.
Begitu juga bagi sang kakek dan cucu sekeluarga, tempe dan tahu menjadi makanan favorit. Tiada hari tanpa tempe dan tahu. Itu kalau harga kedelai stabil. Jika harga kedelai naik seperti sekarang ini, produsen tempe tahu bisa mogok produksi, jika sudah demikian, ya berhari-hari tanpa tempe dan tahu lagi.
Sang cucu bertanya: Memangnya harga kedelai naik kek?
Kakek: Yang kakek baca di media ini (Poskota-Poskota.co.id) harga kedelai naik. Bahkan, para produsen tempe tahu mengancam mogok produksi.
Cucu: Wah... kita bisa nggak bisa makan tempe dong kek?
Kakek: Iya begitulah. Menurut rencana para produsen tempe dan tahu akan mogok produksi mulai pekan depan.
Seperti diberitakan Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta bakal melakukan mogok produksi dan berjualan pada Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022).
Mogok produksi yang akan dilakukan sekira 4.500 produsen tempe dan tahu ini sebagai aksi protes atas mahalnya harga kedelai yang saat ini mencapai Rp11.300 per kilogram.
Para produsen menuntut stabilitas harga dan turunkan harga kedelai seperti dikatakan Ketua Puskopti DKI Jakarta, Sutaryo. Jika harga belum turun juga, maka mogok produksi dilakukan sebagai bentuk pernyataan produsen tempe dan tahu di Jakarta yang akan menaikkan harga jual guna menutupi ongkos produksi.
Perkiraan tempe naik dari Rp 5 ribu ke Rp 6 ribu per papan. Tahu dari Rp 35 ke Rp 40 ribu.
Dapat dikatakan mogok produksi, jika benar terjadi mulai Senin (23/2/2022), sekaligus sebagai pengumuman adanya kenaikan harga dari produsen. Ini menjadi pilihan terakhir lantaran harga kedelai impor yang membanjiri pasar tak kunjung turun, bahkan sejak tahun 2020 hingga kini terus naik.Ini memberatkan produsen.
Sebut saja pada akhir tahun 2020 harga kedelai impor berkisar Rp 7 ribu per kilogram, awal tahun 2021 mencapai sekira Rp9 ribu per kilogram, dan kini Rp11.300 per kilogram.
Mogok produksi juga terjadi tahun lalu, yang ujung-ujungnya harga tempe tahu naik, sebagai dampak naiknya harga kedelai. Jika Senin pekan depan mogok produksi berarti setiap tahun akan terjadi, mungkin tahun depan akan ada lagi mogok produksi, harga tempe tahu juga naik lagi akibat harga kedelai semakin mahal, naik lagi dan naik lagi.
Sang cucu bertanya: Gimana caranya kek, agar harga tempe tahu tidak naik lagi?
Kakek: Diatasi dari sumbernya. Dari harga kedelai ditekan tidak naik. Gimana caranya agar harga kedelai stabil, tidak fluktuatif, tidak terus-terusan naik.
Cucu: Gimana dong?
Kakek pun menjelaskan diselesaikan dari akar masalahnya dengan menyediakan stok kedelai secara melimpah dengan harga murah. Meningkatkan produksi lokal untuk memenuhi kedelai dalam negeri yang setiap tahunnya mencapai 2 sampai 3 juta ton.
Sementara produksi dalam negeri hanya sekitar 300 ribu ton. Kekurangannya impor.
Selama masih tergantung kepada impor, selama itu pula harga kedelai akan terus fluktuatif. (jokles)