HARI ini dialog sang kakek dengan cucunya menyangkut masa depan para pensiunan. Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah sedang menjadi sorotan. Ini bukan lantaran kasus yang menimpa diri ibu menteri, tetapi menyangkut kebijakan yang dikeluarkan terkait JHT.
“Apa itu JHT kek? “ tanya sang cucu kepada kakeknya.
“JHT itu singkatan Jaminan Hari Tua,” jawab kakek.
“Oh jadi bagaimana pemerintah menjamin hari tua pegawai yang sudah pensiun” kata cucu.
“Lebih tepatnya pemerintah mengatur jaminan hari tua pegawai atau karyawan yang sudah pensiun. Tujuannya agar setelah pensiun nanti memiliki modal untuk hari tuanya,” jelas kakek.
“Bagus dong kek kalau tujuannya untuk menjamin hari tuanya. Lantas yang disorot apanya kek?” tanya cucu lagi.
“Ya tujuannya bagus. Namanya peraturan tujuannya tentu baik. Tetapi yang dipersoalkan tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT.”
“Oh pakai syarat segala. Syaratnya susah kali yang kek, sehingga banyak diprotes,” kata cucu.
Sang kakek pun menjelaskan.Seperti diberitakan di media ini (Poskota-Poskota.co.id), bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) banyak mendapat kritikan, jika tidak disebut penolakan.
Dalam peraturan tersebut dikatakan klaim JHT baru bisa dilakukan 100 persen saat pekerja berada pada usia masa pensiun yaitu 56 tahun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia (kepada ahli waris). Artinya JHT baru dapat dicairkan seluruhnya ketika berusia 56 tahun, usia pensiun.
Atas terbitnya peraturan ini, kalangan DPR, termasuk Ketua DPR, Puan Maharani menilai kebijakan ini tidak peka terhadap kondisi masyarakat, khususnya para pekerja era pandemi seperti sekarang ini.
Ini tidak sensitif, bagaimana kalau pekerja yang terkena PHK belum berusia 56 tahun, butuh dana untuk modal usaha atau kelangsungan hidupnya. Seperti diketahui di era pandemi sekarang ini tak sedikit pekerja yang terkena PHK. Nah, untuk membiayai hidupnya atau modal usaha, tentunya perlu dana. Sementara uang yang disimpan untuk JHT, tidak bisa segera dicairkan sepenuhnya, harus menunggu usia 56 tahun. Ini yang disebut “tidak peka” oleh sejumlah kalangan, termasuk Ketua DPR.
Puan Maharani mengingatkan, JHT bukanlah dana dari Pemerintah melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh.
Itulah sebabnya peraturan ini memberatkan pekerja. Perlu kiranya ditinjau kembali, meski dana dapat dicairkan sebagian bagi pekerja yang sudah 10 tahun menjadi peserta. Dengan ketentuan, klaim 30 persen untuk perumahan dan 10 persen untuk keperluan lainnya. Sisanya diklaim setelah usia 56 tahun.
Lantas bagaimana bagi peserta yang belum 10 tahun bekerja, karena Covid-19, terkena PHK? Haruskah mencairkan setelah berusia 56 tahun? Adakah kompensasi di era pandemi? Dan, masih sejumlah pertanyaan lain, mengingat JHT adalah hak pekerja.
Boleh jadi karena JHT berarti masing-masing pekerja diminta menyimpan uang untuk hari tuanya kelak.
Tetapi sebelum masa tua, tentu ada masa sekarang, ada masa muda. Lantas bagaimana jaminan di masa masih muda, masa sekarang? Masa muda juga perlu jaminan mendapatkan pekerjaan, mengembangkan karir. (jokles)