Gubernur Banten Wahidin Halim. (Foto/Ist)

Tangerang

Nggak Nyangka! Mengklaim Gaji Pokoknya Cuma Rp2,2 Juta, Wahidin Halim Salah Satu 10 Besar Gubernur dengan Gaji Tertinggi

Kamis 09 Des 2021, 17:28 WIB

BANTEN, POSKOTA.CO.ID - Nggak ada yang menyangka, jika Gubernur Banten, Wahidin Halim mengklaim mendapat gaji pokok hanya Rp2,2 juta, tetapi ia masuk dalam 10 besar Gubernur dengan dengan gaji tertinggi di Indonesia.

Hal tersebut mendapat sorotan tajam para buruh se-Banten. Sementara para buruh di Banten terus mendesak sang Gubernur agar mau merivisi kenaikan UMK Banten 2022 yang dinilai jauh dari harapan.

Gubernur Banten Wahidin Halim didesak harus merevisi SK UMK Tahun 2022 sebesar 5,4 % dan meminta maaf kepada kaum buruh atas pernyataanya yang menghina dan melecehkan perjuangan kaum buruh dalam menuntut Hak atas Kenaikan upah.

"Kami dari seluruh unsur Serikat Pekerja dan Serikat Buruh yang tergabung dalam AB3 (Aliansi Buruh Banten Bersatu) mengutuk dan mengecam dengan keras ucapan Wahidin Halim yang disampaikan kepada publik dan awak media salam merespon aksi-aksi unjuk rasa kaum Buruh Banten," demikian pernyataan sikap yang disampaikan Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) saat aksi mengepung kantor Gubernur Banten Wahidin Halim, Rabu (8/12/2021).

AB3 menilai, Wahidin Halim dengan sengaja telah melecehkan dan menghina perjuangan kaum buruh dalam menuntut kenaikan upah yang layak

Menurut AB3, pernyataan Wahidin Halim yang mempersilakan pengusaha mencari pegawai baru jika karyawannya tidak mau dengan gaji yang sudah ditetapkan oleh pemprov.

Gubernur juga mengklaim bahwa banyak pengangguran yang mau di bayar 2,5 sampai 4 juta.

Bahkan Gubernur juga menyampaikan bahwa Gaji Pokok Gubernur hanya 2 juta yang seolah-olah itu adalah pendapatan gubernur.

Padahal, dalam riset Seknas Fitra Gaji, Gubernur Banten adalah masuk 10 Besar gaji tertinggi Gubernur di Indonesia nomor 7, yaitu sekitar Rp 299 juta/bulan (www.seknasfitra.org).

"Ucapan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa rezim hari ini semakin menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan pemodal dan tidak berpihak kepada rakyat mayoritas, termasuk kaum buruh," ujar Sekjen Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Seluruh Indonesia (KASBI), Unang Sunarno di Serang (8/12/2021). 

Dengan begitu, lanjut Sunar, pernyataan Wahidin Halim tersebut akan semakin menghadapkan kaum buruh pada realitas bahwa jaminan upah yang layak tidak akan pernah didapatkan. Kemudian suramnya masa depan kaum buruh juga diambang ketidak pastian.

Hal tersebut akan berdampak luas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi kaum buruh. Apa lagi di tengah kondisi melonjaknya harga kebutuhan pokok (sembako), tarif dasar listrik, sewa kontrakan dan lain-lain.

Kenaikan upah yang jauh dari kata layak sudah dapat dipastikan akan membuat kaum buruh akan terjerumus dalam situasi dan kondisi yang semakin sulit.

"Upah merupakan kebijakan politik. Kemiskinan kaum buruh yang terstruktur bukanlah takdir dari Tuhan, tetapi hal ini disebabkan oleh kebijakan politik upah murah dan rendah, sehingga kaum buruh selalu terbelenggu oleh kemiskinan dan ketertindasan yang berkepanjangan," ucapnya

Sunar teringat dengan Keputusan Menteri Nomor 13 tahun 2012. Pada pasal pembuka pertama menyebutkan bahwa upah hanya diabdikan untuk buruh lajang.

"Sebuah logika yang tidak masuk akal, bagaimana Upah Minimum Kota/Kabupaten(UMK) yang rendah dan untuk satu orang buruh lajang digunakan untuk bertahan hidup seorang buruh bersama anggota keluarganya (istri dan anak – anaknya). Sehingga dengan Kepmenaker No. 13/2012 tidak akan merumuskan upah layak bagi kelas pekerja Indonesia," jelasnya. 

Belum puas dengan Kepmenaker No. 13/12, lanjutnya, para pemodal dan pemerintah masih mencari – cari cara agar upah bisa ditekan serendah rendahnya. 

"Maka  pada bulan Oktober tahun 2015 Pemerintah mengeluarkan PP No. 78 tahun 2015. Pada masa itu Pemerintahan Jokowi – JK begitu congkak, tidak sedikitpun menghiraukan teriakan dan aksi-aksi protes kaum buru," cetusnya.

Tidak sampai di situ,  petaka baru menimpa rakyat Indonesia. Rancangan Undang undang atau RUU Omnibus  Law  Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang – undang pada rapat paripurna pada Senin 5 Oktober 2020.

RUU Ciptaker merupakan RUU yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional tahun 2020. 

Menurut Sunar, dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi investasi di Indonesia.

"Ya demi investasi. Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang dan malam, bahkan sampai larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi. Sekali lagi demi investasi," terangnya. 

Omnibus Law atau kita kenal dengan UU Cilaka ini, sambung Sunar, sekali lagi merampas upah kaum buruh dan membawa pada era perbudakan gaya baru.

"Peraturan turunan pada UU Cilaka Cluster Ketenagakerjaan tersebut : PP 34, PP 35, PP 36, dan PP 37 merupakan penegasan atas pemerintahan Joko Widodo merupakan pemerintah antek modal, jongos kapitalis," tegasnya.

Sunar mengungkapkan, semakin dipahami jika pemerintahan yang berkuasa di Indonesia saat ini merupakan gerombolan oligarki penghisap keringat rakyat.

"PP 35 merupakan manifestasi perbudakan gaya baru. Kaum buruh Indonesia dihadapkan pada ketidakpastian kerja yang semakin gelap: kerja kontrak, outsoutrching, harian tak lepas-lepas, bahkan sistem kerja magang. Pun demikian dengan mimpi upah layak direnggut oleh PP 36 ini," urainya. 

Tak hanya itu, Sunar menjelaskan, penetapan Upah Minimum tahun 2022 yang mengacu pada PP No. 36 membuat upah kaum buruh semakin murah. Sehingga dengan menggunakan formulasi penghitungan mengacu pada PP 36 tersebut dan berdasarkan data BPS, kenaikan upah minimum tahun 2022 adalah 1,

"Kami Serikat Pekerja dan Serikat buruh yang tergabung dalam AB3 (Aliansi Buruh Banten Bersatu) mendesak Wahidin Halim agar meminta maaf secara terbuka kepada kaum buruh Banten atas ucapannya kepada awak media yang telah melecehkan perjuangan kaum buruh. Dan selanjutnya agar segera memenuhi tuntutan kaum buruh untuk me-revisi kenaikan UMK 2022 sesuai kesepakatan para perwakilan Serikat Buruh, Apindo dan juga Gubernur sendiri yaitu sebesar 5,4 %," tukasnya.

Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) menuntut kepada gubernur dan Pemerintah Republik Indonesia, pertama, menghapus seluruh Peraturan turunan (PP 34, PP 35, PP 36, dan PP 37) yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja sesuai dengan Amar Putusan MK Poin 7.

Kedua, segera merevisi SK Kenaikan UMK tahun 2022 sebesar 5,4 % seluruh Kota/Kabupaten di Propinsi Banten. Ketiga, berlakukan kembali Kenaikan Upah Sektoral untuk seluruh kaum buruh.

"Keempat, mengecam pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang menghina dan melecehkan suara dan aksi-aksi perjuangan kaum buruh Banten dalam memperjuangkan kenaikan Upah dan hak-hak kaum buruh yang dijamin dalam UU No.9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di muka umum," tandasnya. (DIMS/*)

Artikel Ini Juga Tayang di Poskota Banten, dengan Judul: Klaim Digaji Pokok Cuma Rp 2,2 Juta, Ternyata Wahidin Halim Masuk 10 Besar Gubernur dengan Gaji Tertinggi Se-Indonesia

Tags:
Gaji Gubernur di Indonesia 2021Gaji Wahidin Halim Saat IniGaji Gubernur Banten Wahidin Halim Saat IniWahidin Halim Klim Digaji Pokok Cuma Rp2.2 JutaBuruh Sindir Gaji Gubernur Banten

Administrator

Reporter

Administrator

Editor