ADVERTISEMENT

Sepak Bola di Timur Tengah: Neoliberalisme dan Revolusi

Minggu, 4 Desember 2022 10:00 WIB

Share
Karim Ziani dari Aljazair dan Ahmed Fathy dari Mesir berebut bola pada pertandingan kualifikasi Piala Dunia pada 14 November 2009.
Karim Ziani dari Aljazair dan Ahmed Fathy dari Mesir berebut bola pada pertandingan kualifikasi Piala Dunia pada 14 November 2009.

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Lebih dari sekadar pertandingan lain, pertandingan penyisihan grup antara Amerika Serikat dan Iran di Piala Dunia 1998 memikul beban hampir 20 tahun hubungan permusuhan antara kedua negara. Drama seputar pertandingan, dimenangkan Iran 2 - 1, dimainkan di ranah opini publik global dan dalam pernyataan perdamaian oleh pemimpin kedua negara.

Didorong keterbukaan politik yang ditimbulkan oleh globalisasi sepak bola, seorang penulis terkemuka membayangkan sebuah “revolusi sepak bola” di Timur Tengah yang akan menggantikan kekuatan Islam politik dan anti Amerikanisme.

 

Selain itu akuisisi sejumlah klub Eropa terkemuka oleh konglomerat perusahaan multinasional, ditambah dengan peningkatan komodifikasi sepak bola dalam skala global, membuat Timur Tengah berkembang menjadi salah satu pasar konsumen olahraga yang paling menjanjikan di abad ke-21.

 

Beberapa kritikus memperingatkan bahwa sifat neoliberalisme yang digerakkan oleh pasar dan individualistis akan menimbulkan ancaman langsung terhadap “nilai-nilai kolektif” yang secara historis tertanam dalam kompetisi sepak bola dan penggemar.

Alternatifnya, para sarjana ini mengajukan gagasan "glokalisasi" sebagai alat interpretasi yang sekaligus akan menyoroti bagaimana globalisasi ditandai oleh tren menuju kesamaan, keseragaman, penyimpangan, dan perbedaan.

Saling ketergantungan ini lebih lengkap ditangkap oleh oposisi yang luas antara "homogenisasi" dan "heterogenisasi" yang menunjukkan kecenderungan ke arah pertemuan dan penyebaran budaya.

Untuk memilih ilustrasi yang paling mendasar, sementara difusi global sepak bola mengarah ke pertemuan seluruh dunia atas popularitas olahraga tertentu. Banyak masyarakat menunjukkan perbedaan dalam cara mereka mengatur, menafsirkan, dan memainkan permainan.

Berbeda dengan suara-suara yang lebih berharap yang memposisikan olahraga sebagai kekuatan transformatif dalam masyarakat, pendekatan ini berusaha untuk menggarisbawahi sentralitas sepak bola sebagai bagian tak terpisahkan dari fenomena sosial yang lebih luas.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT