ADVERTISEMENT

Budiman Sudjatmiko: Kalau Kepemimpinan, Indonesia Butuh Aspek Kualitatif

Selasa, 28 Juni 2022 11:00 WIB

Share
Budiman Sudjatmiko
Budiman Sudjatmiko

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

POSKOTA.CO.ID - Saat ini masih terlalu dini untuk membicarakan siapa calon presiden yang akan memimpin Indonesia ke depan.

Pernyataan ini dilontarkan tokoh PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko.

Dia berkomentar Joko Widodo ketika baru saja terpilih pada 2019 lalu lalu dipusingkan pandemi. Menyusul kemudian soal isu presiden berikutnya.

"Kasihan Pak Jokowi baru ke pilih sudah pusing soal pandemi. Baru ambegan, dia mau kita cuekin gara-gara sudah mikir presiden berikutnya,” ucap Budiman Sudjatmiko.

Dia melanjutkan,”Padahal yang dia kerjakan itu harus terjamin keberlangsungannya.”

Budiman Sudjatmiko enggan mengomentari dukungan sejumlah pihak kepadanya untuk maju sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024.

Dia sudah menyampaikan sikapnya terkait pencalonan tersebut dan hal itu sudah ditegaskan dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan bahwa masalah calon presiden merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDI Perjuangan.

"Lagi pula saya tidak terlalu antusias untuk bicara rutinitas ganti presiden. Seperti yang dikatakan juga oleh Bu Mega yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin," tegasnya.

Kualifikasi pemimpin yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia ke depan menurut Budiman Sudjatmiko  harus memenuhi dua hal. Yakni aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

“Menurut saya, yang terlalu berat sekarang banyak orang ngomong kuantitatif. Kualitatifnya kurang. Indonesia mau dibawa ke mana setelah jadi pemimpin itu jarang terbicarakan," katanya seperti dikutip dari Antara (27/6/2022).

Dia mengibaratkan presiden seperti halnya sopir dan Indonesia merupakan bus yang akan dibawa sopir. Saat ini orang membicarakan siapa sopirnya. Tetapi tidak pernah membahas bus yang akan dikemudikan itu mau dibawa ke mana.

"Jadi, saya tidak terlalu tertarik bicara sopir. Saya lebih tertarik bus Indonesia ini mau dibawa tujuannya ke mana," ujarnya.

Situasi sekarang banyak orang meneriakkan "ini jadi sopir-nya" atau "itu jadi sopirnya". Dia menyayangkan situasi tersebut. Karena dalam waktu dua tahun yang masih tersisa ini sudah meneriakkan siapa yang akan menjadi presiden ke depan.

"Kita belum menentukan bus itu mau ke mana, belum menentukan mau pergi ke mana, kita sudah ributkan sopirnya," imbuhnya.

Dia menilai persoalan ke depan itu jalannya terjal, kanan kiri jurang, gelap, berkabut, dan naik turun.

"Itu yang saya tahu, yang saya pelajari. Kenapa tidak kita pikirkan dalam menghadapi medan yang terjal seperti itu butuh sopir yang seperti apa. Bukan asal sopir.”

Waktu dua tahun yang masih tersisa sebaiknya digunakan. Sekitar 1,5 tahun di antaranya digunakan untuk membicarakan sosok pemimpin seperti apa yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia ke depan. Lalu setengah tahun kemudian barulah membicarakan siapa yang akan dicalonkan sebagai presiden.

Demokrasi membutuhkan aspek kuantitatif bagi seorang presiden. Tetapi Indonesia membutuhkan aspek kualitatif seorang pemimpin.

"Kalau presiden cukuplah sekadar elektoral dan kuantitatif, bahkan cuantitatif. Tetapi kalau kepemimpinan, kita butuh aspek kualitatif," katanya.

Karena yang dibicarakan adalah kepemimpinan Indonesia sebaiknya menggunakan waktu yang ada untuk bicara yang aspek kualitatifnya lebih dahulu daripada siapa yang akan jadi presidennya.

Aspek kualitatif itu meliputi ide mau dibawa ke mana bangsa Indonesia dan seperti apa jalan yang akan ditempuh. Sementara persoalan popularitas itu gampang diatur karena merupakan hal teknis.

"Nanti kalau semua itu sudah diketahui, berarti kita butuh sopir yang biasa di offroad. Bukan di F1, bukan jalan mulus. Seperti itu atau gabungan keduanya. Kita belum mendefinisikan itu, belum menjadi perbincangan masyarakat kita mau ke mana," pungkas Budiman Sudjatmiko. ***

ADVERTISEMENT

Reporter: Ignatius Dwiana
Editor: Ignatius Dwiana
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT