Tega! Nenek 80 Tahun Diduga jadi Korban Mafia Tanah di Jaksel, Pengacara: Korban Sempat Dibawa Pergi Lalu Ditinggal di Jalan

Senin 21 Mar 2022, 05:57 WIB
Kakak kandung korban lansia penyerobotan aset oleh mafia tanah, Alexander Sutikno bersama penasihat hukumnya, Bonifansius Sulimas mendatangi Polda Metro Jaya guna memenuhi panggilan penyidik terkait kasus penyerobotan tanah dan bangunan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (foto: poskota/andi adam)

Kakak kandung korban lansia penyerobotan aset oleh mafia tanah, Alexander Sutikno bersama penasihat hukumnya, Bonifansius Sulimas mendatangi Polda Metro Jaya guna memenuhi panggilan penyidik terkait kasus penyerobotan tanah dan bangunan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (foto: poskota/andi adam)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kuasa Hukum Alexander Sutikno sekaligus kakak kandung dari nenek Titin Suartini, korban pengambil alihan aset berupa tanah dan bangunan oleh komplotan mafia tanah di wilayah Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terus berjuang mencari keadilan di Polda Metro Jaya.

Kuasa Hukum korban yang bernama Bonifansius Sulimas atau yang akrab disapa Boy itu menyampaikan, dirinya sempat kembali menyambangi Polda Metro Jaya pada Selasa, 15 Maret 2022 lalu.

"Saya datang ke Polda Metro untuk menanyakan perkembangan proses pemanggilan terhadap terlapor MR, karena informasi dari penyidik itu jadwal pemanggilan terlapor itu Selasa kemarin," kata Boy kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Minggu, 20 Maret 2022.

"Tetapi, ternyata surat pemanggilan untuk terlapor itu tidak sampai ke tangan terlapor, karena terlapor itu sudah pindah lagi dari alamat terakhir yang saya kasih ke penyidik," ungkap dia.

Dia mengatakan, sejauh ini penanganan kasus memang baru sampai tahap klarifikasi terhadap pelapor. Penyidik, kepada dia mengaku terkendala dalam memanggil terlapor yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

"Sejak korban melaporkan kasus ini dari 2019 sampai sekarang, terlapor itu belum sama sekali dimintai keterangan dengan alasan penyidik tidak tahu alamat barunya terlapor," terang Boy.

Lebih lanjut, ia juga membenarkan, bahwa hingga akhir hayatnya nenek Titin berada di panti jompo yang terletak di daerah Ciracas, Jakarta Timur tepatnya pada 31 Oktober 2021.

"Ya, benar di Ciracas. Namun saat ini, rumah dan bangunan milik nenek Titin telah dipindahtangankan kepada pihak lain yang membeli dari terlapor," papar dia.

"Ya mungkin Pak Kabid Humas belum ada laporan dari penyidik Unit 2 Harda atau belum mengecek LP/4530/VII/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, yang mana laporan ini dibuat tahun 2019 dan oleh penasihat hukum yang lama dicabut 2020 tanpa sepengetahuan korban, dan penyidik pun dalam hal ini Unit 2 Harda tidak mengundang atau memberitahukan secara resmi ke pihak korban atas adanya pencabutan laporan itu tanpa melibatkan korban," bebernya.

Dia mengungkapkan, bahwa dirinya telah mendampingi korban dari sejak Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lanjutan oleh penyidik untuk meneruskan LP yang telah dicabut tanpa sepengetahuan korban itu.

Namun, hingga saat ini kasus tersebut belum sepenuhnya mendapatkan tindak lanjut dan kepastian hukum terhadap korban.

"Saya ditelepon sama Kepala Panti Jompo yang di Ciracas, Bu Siti, bahwa hari Selasa, 22 Maret 2022 mereka akan memenuhi surat panggilan klarifikasi dari kepolisian Unit Harda Polda Metro Jaya," imbuhnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Endra Zulpan mengaku, masih menanyakan lebih lanjut atas perkara itu ke penyidik. Sejauh ini, laporan atas kasus nenek Titin disebutnya masih nihil.

"Itu penyidiknya belum memberikan bucket lagi kepada saya. Nggak ada di tangan, di Ditkrimum nggak ada (laporannya). Pak Dirkrimum kemarin sudah saya tanya itu. Coba nanti saya update lagi ya, tapi kemarin jawabannya begitu," kata Zulpan.

Untuk diketahui, seorang lansia bernama Titin Suartini, diduga menjadi korban pengambil alihan aset berupa tanah dan bangunan oleh komplotan mafia tanah di wilayah Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Menurut keterangan adik kandung korban, Alexander Sutikno bersama penasihat hukumnya, Bonifansius Sulimas, kasus yang menimpa adiknya itu terjadi sekitar tahun 2019 silam. Dan pada tahun yang sama, tepatnya pada bulan Juli 2019, ia telah membuat pelaporan ke Polda Metro Jaya.

"Itu Pak Alex sudah buat laporannya pada tahun 2019 lalu. Dan laporannya sudah teregister dengan nomor LP/4530/VII/2019/PMJ/Dit.Reskrimum," kata penasihat hukum Alexander, Bonifansius Sulimas di Polda Metro Jaya, Jumat, 4 Maret 2022.

"Jadi hari ini kami datang atas panggilan dari penyidik terkait kasus yang menimpa klien kami ini Pak Alex," ungkap Bonifansius.

Dia menuturkan, kasus ini bermula saat ketiga adik kandung kliennya, yakni Titin Suartini, Supintor, serta Evi Chindi memiliki hak atas kepemilikan bangunan rumah toko (ruko) di kawasan Radio Dalam Raya.

"Jadi sebelumnya, ketiga kakak Pak Alex ini tinggal bersama di ruko tersebut. Namun, pada tahun 2015, Supintor dan Evi Chindi meninggal dunia, sehingga tersisa Titin Suartini seorang," papar dia.

"Namun, pada tahun 2019, ada kelompok mafia tanah yang mengambil aset tersebut secara paksa dari tangan Ibu Titin Suartini," sambungnya.

Dia menambahkan, yang lebih membuat geram kliennya ini, komplotan mafia tanah itu, usai menyerobot aset milik kakak kandung kliennya. Kemudian membawa Ibu Titin pergi lalu meninggalkannya di tepi jalan seolah-olah seperti gelandangan pihak terlapor.

"Komplotan mafia tanah ini menelepon Dinas Sosial (Dinsos) dan kakak kandung klien kami dibawa ke salah satu panti jompo," katanya.

"Mereka juga palsukan PPBJ-AJB, sampai melakukan penjualan dengan pihak yang ketiga," imbuhnya.

Bonifansius menduga komplotan mafia tanah ini memang telah lama mengintai korban sejak lama. Terlebih, mereka mengetahui bahwa orang-orang yang tinggal di ruko itu berusia di atas 80-an tahun.

"Dua yang ahli waris dari adik-kakak yang punya ruko ini itu meninggal 2015. Satu masih hidup di sini. Tiba-tiba yang satu ini mereka angkat dari ruko naruh di pinggir jalan, baru telepon dengan Dinsos," terang dia.

"Jadi saya jelaskan awalnya banget yak, Pak Alex ini sebetulnya tinggal sendiri di kawasan Bendungan Hilir. Dan biasanya seminggu atau dua minggu sekali Pak Alex ini mampir ke lokasi ruko tempat kakak kandungnya tinggal. Namun, pada 2019 Pak Alex melihat situasi di dalam ruko sudah sepi, bahkan kakak kandungnya juga sudah tidak ada," ucapnya.

"Satu minggu setelah hilang di sana. Karena kakaknya sudah enggak ada di sana, dia cari itu kakaknya, ketemulah informasi dia ada di panti jompo," tukas pria yang akrab disapa Boi itu.

Lihat juga video “Konvoi dari Istana ke Hotel Kempinski Jakarta, Jokowi Lepas Pembalap MotoGP”. (youtube/poskota tv)

Dia lanjut menuturkan, setelah mengetahui ruko telah sepi dan kakaknya tinggal di panti jompo. Barulah kliennya ini tahu dan sadar bahwa surat-surat tanah dan bangunan ruko itu telah berubah nama, bahkan, sudah ada sertifikat. 

"Dia (mafia tanah) jual lagi, dapatlah salah satu pembeli. Sekarang sertifikat itu atas nama pembeli yang ketiga itu," kata Bonifansius.

"Untuk pelakunya itu inisialnya MR. Kami minta do'anya saja agar kasus ini bisa terungkap. Pak Alex hanya ingin keadilan saja," pungkasnya. (adam)

Berita Terkait
News Update