JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kolonel Inf Priyanto mengatakan sejoli korban kecelakaan di Jalan Raya Nagreg, Jawa Barat yakni Handi Saputra dan Salsabila telah meninggal dunia sebelum dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy menuturkan, pernyataan ini terungkap dalam percakapan antara Priyanto dengan Koptu Ahmad Soleh yang terlibat dalam pembuangan kedua korban.
Saat itu, Ahmad yang duduk di jok tengah mobil bersama mayat Salsabila sempat menyarankan agar kedua korban dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit (RS) dekat lokasi
"Akan tetapi terdakwa (Priyanto) menolak dengan mengatakan 'Sudah, ikutin perintah, saya yakin keduanya sudah meninggal'," ungkap Wirdel dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (8/3/2022).
Pernyataan itu ironis sebab ketika dibawa dari lokasi kejadian, Handi yang ditempatkan di bagian bagasi mobil didapati oleh warga masih bernapas.
Terdapat empat warga yang diperiksa jadi saksi oleh penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, mereka menyatakan saat Handi diangkat dari tepi jalan menuju ke bagasi, korban dalam keadaan hidup.
"Saksi 4,5,6,7 (warga) melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup karena masih bernapas," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Wirdel, kondisi Handi yang masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu juga diperkuat bukti medis berupa hasil autopsi pihak dokter RSUD Margono.
"Pemeriksaan terhadap jenazah Handi Saputra ditemukan fakta-fakta sebagai berikut. Pada bagian tenggorokan ditemukan pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan," ungkap Wirdel.
Sebelumnya dikabarkan, Oditurat Militer Tinggi II Jakarta mendakwa Kolonel Inf Priyanto bersalah sebagai pelaku tabrak lari sejoli Salsabila dan Handi Saputra yang terjadi pada 8 Desember 2021.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (8/3/2022), Oditur atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam peradilan militer mendakwa Priyanto bersalah atas tewasnya kedua korban.
Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy, menyampaikan Priyanto yang jadi dalang pembunuhan kedua korban dan kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dijerat dengan dakwaan gabungan.
"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan. Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," ungkap Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga, Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Apabila mengacu pada Pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu atau paling lama 20 tahun penjara
"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Wirdel saat membacakan surat dakwaan.
Lebih lanjut, dalam perkara tabrak lari yang menewaskan Salsabila dan Handi pada 8 Desember 2021, sebenarnya ada tiga terdakwa, yaitu Priyanto, Koptu Ahmad Sholeh, dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Namun Ahmad dan Dwi diadili terpisah pada dua perkara, yaitu kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Militer Bandung, sedangkan perkara pembuangan mayat di Pengadilan Militer Yogyakarta.
Pembagian tempat pengadilan ini berdasarkan tempat kejadian perkara kedua korban ditabrak di Jalan Raya Nagreg, Bandung sementara pembuangan mayat di Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Karena kan kejadian kecelakaan termasuk wilayah hukum Bandung. Jadi beda tempat kecelakaan dengan tempat pembuangan mayat. Sementara pamen di wilayah hukum di sini," ungkap Wirdel.
Berdasar hasil penyelidikan Puspom TNI ketiganya terbukti menabrak kedua korban di kawasan Nagreg lalu membuang jasad korban di Sungai Serayu, Jawa Tengah guna menghilangkan bukti. (Ardhi)