Usai Buang Korban Laka Lantas Sejoli Nagreg, Anak Buah Kolonel Priyanto Tidak Tenang, Selalu Was-was dan Menyesal

Selasa 15 Mar 2022, 15:44 WIB
Kopda Andreas Dwi Atmoko (pegang mikrofon) dan Koptu Ahmad Sholeh menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana atas terdakwa Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022) (ardhi)

Kopda Andreas Dwi Atmoko (pegang mikrofon) dan Koptu Ahmad Sholeh menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana atas terdakwa Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022) (ardhi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID -  Anak buah Kolonel Inf Priyanto  menyesali  perbuatannya lantaran terlibat dalam pembuangan korban sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) yang mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Anak buah yang dimaksud yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko, selaku sopir dan Koptu Ahmad Sholeh, sebagai sopir cadangan.

Adapun Andreas dan Sholeh juga merupakan tersangka kasus ini yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pembunuhan berencana atas terdakwa Kolonel Inf Priyanto yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).

Sebelumnya, Majelis Hakim bertanya ihwal perasaan Andreas usai kasus penabrakan serta pembuangan kedua korban itu viral di media sosial.

Andreas menjawab, "Saya tidak tenang, selalu was-was, saya menyesal," ungkapnya, Selasa (15/3/2022). 

Andreas bersama Sholeh mau tak mau mengikuti perintah dari Kolonel Inf Priyanto lantaran mereka takut dengan atasannya tersebut.

"Enggak berani, syok, saya sudah memohon, tapi (Priyanto) bilang, Kamu enggak usah cengeng, saya sudah pernah mengebom (rumah) tidak ketahuan," ungkap Andreas sembari menangis.

Lebih lanjut, Andreas mengaku kurang lebih tiga sampai empat kali dirinya bersama Sholeh menyarankan agar korban Salsabila yang sudah meninggal dunia di jok tengah mobil Isuzu Panther dan Handi Saputra yang tak sadarkan diri di bagasi belakang mobil,  dibawa ke Puskesmas terdekat guna mendapat penanganan medis.

Namun, Priyanto yang mengemudikan mobil menggantikan peran Andreas malah keras kepala bahkan mengatakan kalau kedua korban disebut sudah meninggal dunia.

"Saya melihat Puskesmas Limbangan,  sebelumnya kasih saran ke beliau, mohon izin ada puskesmas lewat kita harus bawa ke puskesmas tapi beliau (Priyanto) tidak mendengarkan, lanjut," ucap Andreas.

Sampai pada akhirnya, Andreas dan Sholeh mendengar alasan Priyanto tak menggubris saran untuk pergi ke puskesmas yakni, membuang kedua korban ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.

"Mau dibawa ke mana, Bapak?" tanya Andreas kepada Priyanto pada saat kejadian.

"Nanti kita buang ke sungai setelah sampai di Jawa Tengah," kata Andreas meniru jawaban Priyanto.

Dikabarkan sebelumnya, Oditurat Militer Tinggi II Jakarta mendakwa Kolonel Inf Priyanto bersalah sebagai pelaku tabrak lari sejoli Salsabila dan Handi Saputra yang terjadi pada 8 Desember 2021.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (8/3/2022), Oditur atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam peradilan militer mendakwa Priyanto bersalah atas tewasnya kedua korban.

Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy, menyampaikan Priyanto yang jadi dalang pembunuhan kedua korban dan kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dijerat dengan dakwaan gabungan.

"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan. Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," ungkap Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga, Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Apabila mengacu pada Pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati  penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu atau paling lama 20 tahun penjara

"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Wirdel saat membacakan surat dakwaan.

Lebih lanjut, dalam perkara tabrak lari yang menewaskan Salsabila dan Handi pada 8 Desember 2021, sebenarnya ada tiga terdakwa, yaitu Priyanto, Koptu Ahmad  Sholeh, dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Namun  Ahmad dan Dwi diadili terpisah pada dua perkara, yaitu kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Militer Bandung, sedangkan perkara pembuangan mayat di Pengadilan Militer Yogyakarta.

Pembagian tempat pengadilan ini berdasarkan tempat kejadian perkara kedua korban ditabrak di Jalan Raya Nagreg, Bandung sementara pembuangan mayat di Sungai Serayu, Jawa Tengah.

"Karena kan kejadian kecelakaan termasuk wilayah hukum Bandung. Jadi beda tempat kecelakaan dengan tempat pembuangan mayat. Sementara pamen di wilayah hukum di sini," ungkap Wirdel.

Berdasar hasil penyelidikan Puspom TNI ketiganya terbukti menabrak kedua korban di kawasan Nagreg lalu membuang jasad korban di Sungai Serayu, Jawa Tengah  guna menghilangkan bukti.

Berdasar hasil pemeriksaan tim dokter Biddokes Polda Jawa Tengah saat dibuang ke aliran sungai, Handi dalam keadaan hidup, ini didapati karena adanya temuan air dan pasir dalam paru. (Ardhi)

Berita Terkait
News Update