Hansen (Ilustrasi)

Kesehatan

Stigma Pada Kusta Berkurang, Memutus Penularan?

Kamis 09 Feb 2023, 17:00 WIB

POSKOTA.CO.ID - Tidak banyak informasi mengenai kusta yang diketahui Nurilah.

Hal ini membuat warga Kabupaten Cirebon tersebut cemas pada awalnya. Karena dia hanya mengetahui misinformasi tentang kusta yang tidak bisa disembuhkan. Takutnya kalau sampai mengalami kusta akan berdampak sosial seperti dikucilkan.

Namun informasi yang benar tentang kusta bahwa penyakit ini dapat disembuhkan membuatnya menjadi tenang.

Orang tua tunggal dengan dua anak tersebut mengetahuinya dari keterangan tenaga kesehatan di Puskesmas.

“Awalnya saya takut. Kusta itu apa sih? Apa tidak bisa disembuhkan?” kisah Nurilah. “Tetapi dari Puskesmas memberitahu untuk jangan takut karena kusta itu bisa disembuhkan.”

Nurilah dan anak sulungnya pernah mengalami kusta. Dia mengaku tertular kusta dari anaknya. Sementara anaknya yang saat ini duduk di kelas 8 tertular dari mana tidak diketahui.

Empat bulan pasca anaknya dinyatakan kusta, perempuan 37 tahun ini mengalami tanda yang dia yakini adalah gejala kusta. Seperti bercak-bercak merah yang muncul di tangan dan kaki yang tidak kunjung sembuh. Nurilah yakin ini adalah gejala kusta karena dia berkontak erat dengan anaknya.

Setelah beberapa kali ke Puskesmas dan menanyakan apakah dia mengalami kusta kepada petugas, sebulan kemudian baru dinyatakan kusta.

Proses pengobatan berlangsung selama setahun. Ada masa selama kurang lebih satu bulan dia terbaring di tempat tidur tidak bisa melakukan aktivitas. Kakak Nurilah, Nurelah, yang membantunya selama dia tidak bisa bangun dari tempat tidur.

Tidak ada yang berbeda di rumah ketika anggota keluarga Nurilah mengalami kusta. Semua berjalan seperti biasa. Tetapi Nurelah sempat menyatakan kekhawatiran dia dan keluarganya akan tertular. Ketika dia mendengar ada obat pencegahan maka dia berharap mendapatkannya. Namun sayang sejak setahun lalu dia didata untuk mendapatkan obat ini, dia tidak kunjung mendapatkannya.

Nurilah dan anak sulungnya merupakan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Mereka mengaku tidak dikucilkan oleh lingkungannya, baik rumah dan sekolah, karena kusta.

Kondisi ini mungkin terjadi karena pemahaman warga tentang kusta juga sudah mengalami perkembangan.

“Dulu memang masih banyak yang dibuatkan gubuk. Diasingkan. Ketika dia bersekolah juga akhirnya sekolahnya menyarankan untuk berhenti,” ucap Abdul Mujib dari Forum Komunikasi Difabel Cirebon (FKDC).

Abdul menyebutkan adanya perubahan ini sejak Yayasan NLR Indonesia masuk ke Cirebon. “Sekarang memang sudah banyak perubahan,” tambahnya.

Dia juga menuturkan permasalahan kusta tidak cuma di penyakitnya. Justru stigma sosial yang memperburuk keadaan.

Ketika seseorang takut diketahui mengalami kusta maka akan membuatnya berhenti berobat atau menutup status penyakitnya agar orang lain tidak tahu. Akibatnya, ini malah dapat menambah jumlah kasus kusta.

Hal senada diungkapkan Oni Jahoni. “Kalau dulu mendengar kata kusta saja orang sudah langsung menjauh. Kebanyakan orang yang mengalami kusta diasingkan keluarganya.”

Keterlibatan Oni dengan isu kusta dan disabilitas ketika berlangsung penelitian bareng Universitas Indonesia, VU Amsterdam, dan Yayasan NLR Indonesia.

Dia juga menuturkan bahwa penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat intens dilakukan pada 2011. Orang yang mengalami kusta dan keluarganya juga menerima konseling.

“Tidak hanya petugas tenaga kesehatan yang menyampaikan tetapi juga ada orang yang pernah mengalami kusta itu sendiri,” jelasnya.

Hal ini membuat masyarakat memandang kusta sama halnya dengan penyakit yang lain.

Namun ada masalah hambatan di pencegahan. Dalam sejumlah kasus, seseorang dinyatakan kusta itu setelah beberapa kali mengunjungi Puskesmas. Sekali pun orang itu termasuk kontak erat. Ini yang terjadi dengan Nurilah.

Ini menyebabkan sulitnya memutus mata rantai penularan.

Sumber dari situs Open Data Jabar menyebutkan bahwa jumlah kasus kusta di Kabupaten Cirebon menempati peringkat empat berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Ada 144 kasus pada 2021.

“Kabupaten Cirebon merupakan wilayah endemik untuk Jawa Barat,” ujar Oni Jahoni. “Kasus baru cukup banyak.”

Namun data di lapangan tidak cukup lengkap, tambah Oni. Dia mencontohkan saat memperoleh data terkait Nurilah dari Puskesmas setempat. Petugas Puskesmas malah meminta bantuan Oni untuk mendata mereka yang berkontak erat dengan Nurilah dan anaknya agar dapat menerima obat pencegahan.

“Saya mendata 20 orang di sini yang berkontak erat dengan Nurilah dan anaknya. Tetapi obatnya sampai hari ini belum diterima. Jadi bagaimana mata rantai penularan bisa segera terputus?”

Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon sudah diminta tanggapan tetapi tidak memberikan jawaban hingga laporan ini ditulis.

Keluhan serupa datang dari Abdul Mujib. “Kadang-kadang petugas kesehatan melalaikan.”

Menurutnya, mereka yang berkontak erat dengan orang yang terpapar kusta harus diberikan obat pencegahan. Karena orang yang terpapar kusta masih bisa menularkan bila belum mendapatkan pengobatan.

“Sebelum orang yang sakit kusta mendapatkan pengobatan, dia masih bisa menularkan. Hal ini yang perlu diantisipasi,” pungkasnya. ***

Tags:
disabilitasOYPMKKustaHansenLeprosyPenyakit Tropis TerabaikanstigmaDiskriminasi

Reporter

Administrator

Editor