JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atau Partai Ka'bah sedang bergejolak. Memanasnya internal partai ini sejak Suharso Monoarfa, Ketua Umum PPP dicopot dari posisinya sebagai Ketua Umum oleh 3 (tiga) Majelis PPP, yaitu Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan.
Spekulasi pun berkembang. Suharso Monoarfa dicopot lantaran PPP bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digadang-gadang akan mencalonkan sosok lain yang tidak dikehendaki arus bawah PPP.
"Sosok yang tidak akan mendongkrak perolehan suara PPP karena berbeda ideologi dan basis massa," kata Pegiat Dakwah dan Sosial, Tarmidzi Yusuf dalam pesan berantai yang diterima Poskota.co.id pada Sabtu (10/9/2022).
Menurut Tarmidzi, momentum 'Amplop Kyai' hanya wasilah untuk mencopot Suharso Monoarfa lantaran sikap politiknya yang berbeda dengan arus bawah PPP yang menghendaki PPP mencalonkan Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden dari PPP.
"Gejolak PPP membuat dukungan terhadap pencalonan Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden dari PPP menguat. PPP bersama-sama dengan NasDem dan PKS kemungkinan besar akan berkoalisi," ujarnya.
Gabungan ketiga partai politik ini, lanjut Tarmidzi, sudah cukup mengantarkan Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden 2024.
"Kado manis buat pendukung ARB di akhir masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta," tambahnya.
Seperti diketahui, jumlah kursi koalisi Partai NasDem, PKS dan PPP sebanyak 128 kursi atau 22,2 persen. Gabungan ketiga partai ini telah melampaui persyaratan minimal pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
"Bila ditambah Partai Demokrat, koalisi partai pendukung Anies Rasyid Baswedan menjadi 182 kursi atau 31,6 persen," ujar Tarmidzi.
Tarmidzi mengungkapkan, bagi PPP sendiri dengan mendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden akan memiliki berbagai keuntungan politik.
Pertama, PPP saat ini berada di posisi kritis ambang batas parlemen. PPP memiliki 19 kursi DPR dengan jumlah suara 6.323.147.
"Kalau berdasarkan perolehan kursi DPR tentu saja PPP tidak lolos ambang batas parlemen yang hanya mengantongi 3,3 persen. Ambang batas parlemen PPP diselamatkan oleh jumlah suara di Pileg 2019 sebesar 4,52 persen. Sementara ambang batas parlemen 4 persen," tambahnya.
Karena itu, sambung Tarmidizi, PPP perlu berbenah agar selamat di Pileg 2024. Salahsatu ikhtiar agar PPP selamat dari ambang batas parlemen butuh sosok yang bisa mendongkrak perolehan suara PPP di Pileg 2024.
"Sosok yang dianggap dapat mendongkrak suara PPP dan punya chemistry yang sama dengan PPP adalah Anies Rasyid Baswedan. Harapannya, PPP akan mendapat efek ekor jas atau coattail effect dengan mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden," tambahnya.
Kedua, Paska 'konflik' internal PPP gara-gara Suharso Monoarfa bergabung di KIB dan 'Amplop Kyai', PPP dapat segera bangkit dan mensosialisasikan sebagai partai pendukung Anies Rasyid Baswedan.
"Dengan langkah ini, simpati publik khususnya pemilih Islam tradisional akan berbondong-bondong kembali ke pangkuan PPP. Yang pada Pileg 2019 sempat beralih ke partai lain, baik yang berbasis massa Islam maupun partai nasionalis," terangnya.
Ketiga, Sosok Anies Rasyid Baswedan dianggap sebagai magnet suara bagi pemilih PPP yang sempat hengkang dari PPP karena sikap kontroversialnya di Pilpres 2019 dan pemilih Islam tradisional dari kalangan Nahdliyin akan kembali memilih PPP di Pileg 2024.
"Setidaknya PPP akan kembali berjaya seperti Pileg tahun 2009 dengan memperoleh 58 kursi atau 8,15 persen," tandasnya.