TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Sebanyak enam warga Desa Kramat, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang menjadi korban kriminalisasi oknum aparat Pemkab Tangerang. Hal tersebut terjadi setelah enam orang tersebut dipidanakan ke polisi.
Ironisnya kasus pidana tersebut mencuat dari dugaan pelanggaran Peraturan Daerah. Pelanggaran tersebut terjadi setelah adanya portal yang dibangun secara patungan Seksi Ketentraman dan Ketertiban Kecamatan Pakuhaji yang emosi menutup akses persawahan warga.
Adapun keenam orang warga korban kriminalisasi Pemkab Tangerang, masing-masing berinisial AGS (petani) BTK, AWS (pemilik lahan) BRH, HH dan SS (pegawai pemilik lahan) saat ini telah menyandang status tersangka.
Keenamnya diduga melakukan pidana perusakan sesuai pasal 170 dan pasal 55 KUHPidana karena ikut serta dalam perbuatan pidana membuka portal ke akses lahan warga.
Kuasa hukum warga Pakuhaji, Zevrijn Boy Kanu, menerangkan, enam orang warga yang dilaporkan pihak Kecamatan Pakuhaji itu diduga ditunggangi oknum mafia tanah yang kesal karena menolak penawaran harga lahan di jalan Kramat, Pakuhaji, oleh pihak pengembang kawasan Pantai Utara (Pantura) Tangerang.
Menurut dia, awal mula tindakan kriminalisasi terhadap 6 orang warga Desa Kramat, Pakuhaji itu, berawal dari kedatangan petugas Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) ke lokasi lahan di Jalan Kramat.
"Mulanya pihak kecamatan melalui Satpol PP Kecamatan, mendatangi lokasi Padi-padi. Disana mereka mendatangi lokasi dan menanyakan izin usaha, setelah ditunjukkan ke pihak Satpol PP, kemudian mereka pergi," jelas Boy, Senin (29/8/2022).
Beberapa hari kemudian pihak Satpol PP kecamatan kembali datang dengan memasang portal besi ke akses jalan menuju tempat wisata terbuka Padi-padi, diikuti pemasangan penyetopan pembangunan yang ditempel pihak kecamatan Pakuhaji di pohon area lahan warga.
Pemasangan portal itu dilakukan dengan dalih bahwa bangunan pada area objek wisata alam persawahan itu, tidak berizin atau memiliki IMB.
Padahal, kata Boy, area tersebut tidak sedang dalam proses pembangunan, meski pihak kecamatan setempat mensiyalir ada bangunan di area lahan persawahan itu berdiri bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Yang dipersoalkan kami tidak punya IMB, padahal bangunan yang ada di tengah-tengah sawah warga ada sejak lama, sebelum beralih kepemilikan lahannya ke terlapor BTK dan AWS. Kalaupun bangunan kami melanggar karena tidak ada IMB, seharusnya bangunan itu dirubuhkan, bukan dipasangi portal ke akses lahan," jelas dia.
Selanjutnya, kata Boy, karena portal yang dipasangi pihak kecamatan ke akses jalan persawahan warga itu dibuka pemilik lahan untuk dilintasi warga pemilik lahan, petani dan pegawai pemilik lahan kemudian dilaporkan ke polisi dengan tuduhan perusakan barang sesuai pasal 170 dan pasal 55 terhadap beberapa terlapor yang ikut membuka portal.
"Saat ini keenam warga tersebut telah ditetapkan Polres Metro Tangerang, sebagai tersangka dalam perkara 170 dan pasal 55 terkait pengerusakan barang dan perbuatan membantu atau turut serta tindak pidana," ujarnya.
Sementara Camat Pakuhaji, Asmawi, membenarkan adanya pelaporan polisi terhadap enam orang warga Desa Kramat, Pakuhaji tersebut. Hal itu, didasari atas penegakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2020 tentang tata ruang wilayah.
"Berdasarkan Perda tersebut dan zona lokasi tersebut abu-abu sebagai zona wilayah perindustrian dan pergudangan serta ada izin lokasi orang yang sebelumya telah diajukan untuk pergudanagn atau industri," kata Asmawi.
Asmawi,mengaku pemasangan portal di lahan tersebut, juga diinisiasi oleh tim Satpol PP lapangan, yang geram karena aktifitas wisata warga di lokasi itu ramai, sementara proses perizinan tidak dilengkapi pemilik lahan.
"Itu patungan anak-anak trantib, karena surat peringatan kita tidak digubris mereka patungan make honor-honor mereka untuk memasang portal. Karena setelah dipasang, portal itu hilang, mereka (Pol PP) mengamuk juga. Akhirnya mereka membuat laporan polisi, yang dilakukan oleh Kasie Trantib. Kita tidak menuduh siapa pelaku, nanti itu berdasarkan hasil penyelidikan polisi saja," ucap dia.
Sementara, terlapor BTK, mengaku pada Januari 2022 mendapat undangan pihak perwakilan pengembang berinisial DS, yang menawar harga lahan persawahan tersebut.
Karena harga yang ditawarkan DS, sangat rendah, BTK menolak permohonan itu secara baik-baik.
"Maka sebenarnya, tindakan kriminalisasi oleh Kecamatan Pakuhaji ini, patut diduga dibekingi mafia tanah, yang saat ini menginginkan area persawahan tersebut," tegas Boy.