JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Begitu harga eceran tertinggi (HET) dicabut, harga minyak goreng kemasan langsung melonjak.
Pencabutan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan berdampak pada sepinya minat konsumen untuk membeli.
Seperti yang terjadi pada satu toko grosir di Jalan Pisangan Lama Timur, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.
Manajer toko, Adi Saputro Raharjo, menyampaikan bahwa pasokan minyak goreng kemasan di toko grosir itu melimpah.
Adapun terdapat empat merek minyak goreng kemasan yang tersedia, yakni Bimoli, Sovia, Tropical, dan Hemart.
"Ready stock ya minyaknya, saat ini empat brand yang kita jual," ungkap Adi kepada wartawan, Kamis (17/3/2022).
Lebih lanjut, harga yang dijual saat ini sudah berbeda dengan sebelumnya ketika pemerintah pada 1 Februari 2022, mematok HET minyak goreng kemasan semua merek ukuran satu liter seharga Rp14 ribu dan dua liter senilai Rp28 ribu.
Sebab, kini harga jual minyak goreng mengikuti mekanisme pasar sehingga ada perbedaan harga dari masing-masing merek.
"Harga kita kini mengikuti mekanisme di pasaran, jadi untuk saat ini harga paling tinggi ada di Rp48 ribu, kemasan dua liter, yang seliter paling mahal sekira Rp23 ribu," ucap Adi.
"Sebelumnya kita mengikuti harga eceran tertinggi, harganya Rp14 ribu untuk minyak ukuran satu liter, dan Rp28 ribu untuk kemasan dua liter. Itu berbagai merek, (harga) sama semua," imbuhnya.
Untuk saat ini, lanjut Adi, sudah tak ada pembatasan pembelian minyak goreng. Namun memang, warga mengeluh lantaran harganya yang amat mahal.
Bahkan, Adi mengatakan ada warga yang datang selepas itu pulang kembali lantaran kecewa melihat harga minyak goreng kemasan yang mahal.
"Banyak yang kecewa, tadi pagi customer, pelanggan masuk langsung pulang pas lihat harganya tinggi. Kalau sebelumnya pas ada HET, customer banyak," jelas Adi.
Manajer junior toko, Yanto menuturkan oleh sebab mayoritas pelanggan toko grosir adalah pedagang, maka mereka memilih tak membeli minyak goreng kemasan harga mahal tersebut karena takut sepi peminat.
Dari situ, pedagang berpotensi tak balik modal lantaran sebelumnya sudah menggelontorkan uang cukup banyak untuk membeli minyak goreng kemasan dengan harga kekinian.
"Karena mayoritas (pelanggan) kita pedagang, ketika dia harga jatuhnya sama dengan harga pasar, itu yang namanya pedagang lari, enggak bisa jual," terangnya.
Salah satu pemilik warung, Anggi yang turut membeli barang untuk keperluan dagang di toko grosir itu menyampaikan, selama dua hari ini dirinya tak menjual minyak goreng kemasan.
Hal itu terjadi karena harga minyak goreng kemasan usai HET dicabut dan diserahkan ke mekanisme pasar, harganya mahal.
"Enggak berani jual minyak goreng dulu. Memang di warung saya sedikit pun udah enggak ada, seliter pun enggak ada," tuturnya.
Padahal sebelumnya, Anggi sempat membeli beberapa dus minyak goreng kemasan dengan HET di tokok grosir tersebut.
Akan tetapi, kini dia tercengang usai melihat kenyataan bahwa harga minyak goreng kemasan begitu mahal usai HET dicabut.
"Harga sekarang beda-beda. Kayak tadi merek Hemart Rp46 ribu, Bimoli Rp48 ribu," ucapnya.
Dia mengaku untuk saat Ini memang tak ada pembatasan pembelian minyak goreng. Namun, melimpahnya pasokan minyak goreng kemasan tak diiringi dengan harga sesuai.
"Kalau sekarang enggak dijatah, terserah ngambil banyak. Tapi harganya yang gila," ucapnya.
Dampaknya, kata Anggi, pembeli hanya datang saja untuk melihat harga ke toko grosir tersebut. Berbeda ketika minyak goreng kemasan masih dengan HET.
"Kalau yang kemarin ngantre parah, sekarang termasuk sepi lah, cuman pada ngelihat-lihat harga," jelasnya.
Maka dari itu, Anggi pun berharap agar pemerintah dapat menstabilkan harga minyak goreng agar tak terus menerus melambung tinggi.
Terlebih lagi, Anggi mengaku sebagai pedagang kecil yang konsumennya juga mayoritas adalah golongan ekonomi menengah ke bawah.
"Ya harapannya kebijakan pemerintah, mikir juga masyarakat kalangan bawah kayak gimana, tolong lah distabilkan harga," ucap Anggi.
Dikabarkan pemerintah memutuskan menaikkan HET minyak goreng curah dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14.000 per liter.
Sementara untuk harga minyak goreng kemasan akan menyesuaikan harga keekonomian. Kebijakan ini berlaku mulai Rabu (16/3/2022).
"Pemerintah memutuskan memberikan subsidi Rp 14.000 per liter curah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),"kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, usai mengikuti rapat kabinet terbatas, Selasa 15/3/2022).
Airlangga pun menegaskan untuk subsidi minyak goreng jenis lain, yaitu kemasan sederhana dan kemasan premium subsidinya bakal mengikuti harga keekonomian dari produk itu.
"Subsidi untuk Kemasan lain menyesuaikan nilai keekonomian minyak sawit agar tersedia di pasar modern dan tradisional," kata Airlangga. (Ardhi)
Satu karyawan toko grosir di Jalan Pisangan Lama Timur, menata minyak goreng kemasan, Kamis (17/3/2022). (Foto: ardhi)