Perlu kebijakan riil yang memihak kepada petani agar ketahanan pangan tetap terjaga. Acap terjadi harga melambung karena petani gagal panen. Jika sudah demikian, rakyat limbung, petani pun buntung. -Harmoko
MELALUI kanal "Kopi Pagi" ini (20 Januari 2022), saya katakan bahwa sepanjang Maret-April 2022 dapat dikatakan sebagai bulan sensitif yang perlu diantisipasi bersama. Bukan saja karena akan meningkatnya kebutuhan masyarakat jelang Puasa, juga faktor cuaca yang dapat mempengaruhi produksi pangan nasional sehingga dapat memicu kenaikan harga.
Sensitivitas hendaknya perlu dikedepankan di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa, di tengah gejolak harga, pada saat kelangkaan kebutuhan pokok, lebih- lebih di tengah masih sulitnya ekonomi negeri akibat terdampak pandemi.
Jika dikatakan rakyat makin limbung diterpa sederet kenaikan sejumlah harga sembako sejak akhir tahun lalu, tidaklah berlebihan. Sebelum tahun baru, rakyat sudah disuguhi dengan naiknya harga LPG (liquefied petroleum gas) – sering disebut elpiji, kemasan 12 kilogram. Besaran kenaikan antara Rp1.600 hingga Rp2.600 per kg dari harga sebelumnya Rp11.500.
Kebijakan menaikkan harga elpiji non subsidi ini menambah panjang daftar kenaikan harga barang yang terdata sebelumnya seperti telur ayam, kedelai, minyak goreng dan gula pasir.
Yang perlu dikaji, kenaikan harga seolah silih berganti sejak akhir tahun hingga kini, masih terjadi. Bahkan, kenaikan harga sembako kebutuhan Puasa, lebih awal, sebulan sebelumnya.
Sebut saja beras, meski tipis, tetapi naik. Beragam jenis cabai, bawang merah dan putih, gula pasir, dan daging sapi. Kenaikan bahan pokok seolah kompak jelang Puasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja tahun ini gejolak diperparah oleh konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan kenaikan harga komoditas CPO yang belum teratasi sejak tahun lalu.
Jika kenaikan harga barang saja bisa kompak, maka semua instansi terkait mestinya harus lebih kompak dalam mengatasi. Mulai dari pemerintah pusat dan daerah, instansi terkait yang menangani masalah produksi, distribusi serta swasta yang diberi izin memproduksi pangan nasional.
Jangan saling tuding dan menyalahkan, jika terjadi gejolak harga. Siapa pun yang berwenang, negara lebih punya kuasa. Negara bisa hadir melindungi rakyatnya. Dengan kebijakan emergency, atas nama negara bisa mengatakan, besok tak ada lagi kenaikan harga. Semua kebutuhan pokok, mulai dari beras, cabai, bawang, telur, susu, gula pasir hingga minyak goreng, besok harus melimpah dengan harga murah pada setiap pasar tradisional dan minimarket.
Yang tidak melaksanakan perintah ini berarti tidak mampu dan tidak pro-rakyat, tidak layak menjadi abdi negara, apalagi pejabat. Ingat sejak era revolusi hingga digitalisasi era kini, soal pangan selalu menjadi prioritas utama. Negara menjadi maju dan sejahtera, jika pangan melimpah dengan harga murah. Pangan menjadi alat pemersatu bangsa, bisa juga dijadikan strategi perang.
Amerika Serikat menjadi negara kuat karena persediaan pangannya cukup tersedia. Begitu juga Jepang yang sangat melindungi para petani.
Negeri kita, sejarah telah membuktikan. Pada zaman Sultan Agung, pangan sangat diperhitungkan ketika menyerang Batavia. Juga saat menaklukkan Surabaya pada 1625, Sultan Agung Hanyakrakusuma – sosok muda yang bernama Raden Mas Rangsang, menerapkan strategi memutus rantai distribusi pangan ke Surabaya. Akhirnya, Surabaya yang semula sangat kuat, menyerah karena kehabisan bahan pangan.
Siapa pun yang menjadi pemimpin negeri, kebijakan pangan harus lebih riil, utamanya dalam menjaga stabilitas harga. Negara harus hadir menunjukkan taringnya memberantas mafia, jika kenaikan harga karena ulahnya.
Lihat juga video “Konvoi dari Istana ke Hotel Kempinski Jakarta, Jokowi Lepas Pembalap MotoGP”. (youtube/poskota tv)
Di sisi lain, seperti dikatakan Pak Harmoko melalui kanal “Kopi Pagi” di media ini, keberpihakan kepada petani, bukan sebatas wacana tanpa aksi nyata karena memandangnya sebelah mata.
Stabilitas harga, tak sebatas mencegah kenaikan, juga menjaga harga tidak jatuh akibat ulah spekulan, saat musim panen tiba seperti panen beras, cabai, bawang, sayur dan buah buahan.
Marilah, yang kuat dan berkuasa, tampilkan diri membantu mereka yang lemah, bukan malah semakin melemahkan dan mencelakakan.
Pitutur luhur mengajarkan “Ojo cidro mundak ciloko” – Jangan suka berbuat curang, agar hidupnya tidak celaka. ( Azisoko *)