Padahal, sesuai aturan, seorang pejabat negara baru bisa diberhentikan seandainya melanggar hukum pidana.
Cara pandang Arteria Dahlan tentu berlebihan dan melukai penutur bahasa Sunda, bahkan penutur bahasa daerah, karena menganggap menggunakan bahasa Sunda (daerah) sebagai kejahatan.
"Jadi siapa pun, baik pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke sudah selayaknya menghormati dan memelihara bahasa daerah," ujar Ketua PP-SS, Cecep Burdansyah.
"Kajati yang bicara bahasa Sunda dalam rapat kerja tentu saja masih sejalan dengan konstitusi. Ada pun bila dalam raker tersebut ada yang tidak paham atas apa yang dikatakan Kajati, ada cara untuk meminta Kajati mengulang pembicaraannya dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan dengan meminta diganti. Pernyataan meminta Jaksa Agung mengganti Kajati jelas merupakan sikap politik yang tidak terpuji dan mengingkari konstitusi," paparnya.
Pernyataan Arteria disaksikan baik oleh sesama anggota DPR dan rakyat melalui media, dan dikhawatirkan sikap tersebut menular dan jadi sikap politik para politikus dan kader partai di Tanah Air, sehingga peminggiran terhadap bahasa daerah perlahan tapi pasti menggiring pada kematian bahasa daerah.
Dilihat dari kerangka edukasi, jelas pernyataan Arteria sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa dan keutuhan NKRI.
Pernyataan tersebut juga kontraproduktif bagi partai tempat bernaung Arteria Dahlan.
Sebagai partai yang mengusung nasionalis dan menghormati kemajemukan, pernyataan Arteria Dahlan justru berlawanan dengan visi dan misi partai dan secara politik merusak citra partai, sehingga lambat laun kehilangan masa depan karena ditinggalkan konstituen.
Pernyataan Arteria juga jelas berlawanan dengan visi misi DPR sebagai lembaga yang merepresentasikan aspires rakyat, bahkan pada akhirnya merusak citra dan kehormatan lembaga DPR.
"Meskipun Arteria ada di Komisi III yang membidangi hukum, seharusnya dia menghormati Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. Pernyataan Arteria jelas menunjukkan ego sektoral yang mengakibatkan rusaknya marwah DPR," terang Cecep.
Berdasarkan pertimbangan itu, PP-SS menuntut Arteria untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Jaksa Agung dan Kajati yang berbicara bahasa Sunda yang ia maksud.
Kemudian Arteria juga harus meminta maaf kepada penutur Bahasa Sunda, penutur Bahasa Daerah, pimpinan DPR dan pimpinan PDIP dan Fraksi PDIP.