Anak Kampung Tongkol Dalam, Seminggu Tak Sekolah: Baju Seragam Hilang setelah Digusur

Sabtu 25 Jan 2025, 11:03 WIB
Warga kampung Tongkol Dalam yang masih bertahan di kolong tol Wiyoto Wiyono saat menerima relawan yang akan memberikan pelajaran les di bawah jembatan di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (24/1). (Sumber: Poskota/ Pandi Ramedhan)

Warga kampung Tongkol Dalam yang masih bertahan di kolong tol Wiyoto Wiyono saat menerima relawan yang akan memberikan pelajaran les di bawah jembatan di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (24/1). (Sumber: Poskota/ Pandi Ramedhan)

Gatot melanjutkan, pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), warga sempat meminta rusun yang lokasinya tidak jauh dari permukiman mereka. Namun, Gatot merasa heran karena Rusun Tongkol yang disebut-sebut untuk warga Kampung Tongkol justru tidak dapat dirasakan oleh warga asli, termasuk dirinya yang memiliki KTP Jakarta.

"Warga malah ditawarkan ke rusun Nagrak dan rusun Marunda. Bukannya enggak mau, tapi kedua rusun itu terlalu jauh. Sementara ini ada Rusun Tongkol yang dekat sama warga. Kalau jauh, warga bingung mencari nafkah, karena sudah terbiasa mencari nafkah di sini," tambahnya.

Gatot juga mengingatkan pengalaman pada 2007, ketika lokasi ini pernah digusur. Beberapa warga yang menerima tawaran rusun bertahan beberapa waktu, tetapi akhirnya kembali lagi ke kolong tol. "Banyak alasan, mungkin karena transportasi atau lainnya. Mungkin untuk mencari sesuap nasi juga sulit, akhirnya mereka balik lagi," ungkap Gatot, yang tampak sudah lanjut usia.

Pria asal Jawa Tengah itu juga bercerita mengenai awal mula ia bermukim di kolong tol. Pada 1985, Gatot merantau ke Jakarta dan mulai mencari tempat tinggal. Pada 1996, ketika tol Wiyoto Wiyono diresmikan, ia mulai tinggal di kolong tol tersebut. Seiring waktu, terutama sejak 2000-an, kolong tol itu semakin ramai dengan permukiman yang didirikan oleh warga lain.

Seminggu Anak Tak Sekolah

Ngantini, 40 tahun, salah satu warga, menceritakan, suaminya sempat dirawat di rumah sakit setelah digigit tikus besar. Tercatat sudah tiga warga yang digigit tikus selama bertahan di bawah kolong tol. "Alhamdulillah suami saya sekarang kondisinya sudah mendingan. Sampai dibawa ke rumah sakit, katanya ada racunnya," kata Ngantini.

Dia juga menyebutkan, anaknya yang masih duduk di bangku SD tidak bisa bersekolah setelah rumah mereka terkena gusuran. Sudah seminggu anak tersebut tidak masuk sekolah karena seragamnya hilang. "Seragamnya enggak ada, hilang, kayaknya tertumpuk sama reruntuhan," kata Ngantini.

Hal serupa juga dialami oleh Dewi Purwanti, 43 tahun, ibu rumah tangga, yang mengaku anaknya yang masih SMP juga tidak bisa berangkat ke sekolah karena seragamnya hilang setelah penggusuran. "Tapi sudah izin sama sekolah, ya, sama sekolah sih diizinin," terang Dewi.

Beberapa anak, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, mengalami hal serupa dan tidak bisa bersekolah. Namun, mereka masih bisa mengikuti les gratis yang diselenggarakan oleh pihak tertentu di sekitar lokasi.

Warga Kampung Tongkol Dalam sebagian besar bekerja serabutan, salah satunya sopir ekspedisi, yang digeluti Aden Gozali, 52 tahun. Dia sudah tinggal di lokasi itu selama 15 tahun. Ia berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap nasib mereka. "Saya berharap ada perhatian buat warga, kondisinya ya seperti ini," ujarnya.

Aden juga mengaku menerima uang kerohiman sebesar Rp10 juta yang ditawarkan sebelumnya. Meski berat, ia merasa tidak punya pilihan lain. "Sudah saya terima, habis bagaimana kalau diterima tetap dibongkar, enggak diterima juga tetap dibongkar," ungkapnya.

Terpaksa Tanda Tangan

Pendamping warga, Izam, 23 tahun, mengatakan warga terpaksa menandatangani surat pernyataan bersedia pindah karena takut dan bingung harus berbuat apa.

"Tanggal 27 (Desember 2025) mereka (warga) tetap ngambil duit karena warga terpaksa, karena kalau kata warga sempat ada paksaan, diambil enggak diambil (duitnya) tetap digusur, ya udah warga semuanya pada ngambil," jelasnya.

Berita Terkait
News Update