Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Menyelaraskan Perbedaan

Kamis 22 Feb 2024, 07:32 WIB

“..kembali dituntut kesadaran yang tinggi, apa pun bentuk perbedaan akan dapat diselaraskan oleh sikap toleransi dan saling menghargai. Itulah yang disebut menyerasikan simpul – simpul perbedaan..”
-Harmoko-
--

 Siapa pun pemenang pemilu baik pilpres maupun pileg, tahap awal yang hendaknya dilakukan untuk menuju pemerintahan baru adalah bagaimana menyelaraskan perbedaan. Babak berikutnya adalah merumuskan kolaborasi guna membangun negeri menjadi lebih baik lagi.
 
Menyelaraskan bukan berarti menyamakan semua perbedaan yang ada, tetapi menyerasikan simpul – simpul perbedaan.

Maknanya adalah tetap mengakui adanya perbedaan sikap politik, sikap partai dan perbedaan dalam visi dan misi yang diusung.

Pengakuan atas perbedaan itulah yang kemudian diwujudkan dalam sikap saling menghargai perbedaan, bukan lagi memperdebatkan, apalagi mempertentangkan perbedaan yang ada.

Perbedaan hendaknya disikapi sebagai kekuatan, bukan ancaman perpecahan.

Sejarah telah membuktikan keberagaman dan perbedaan bukan sebagai penghalang. Bahkan, menjadi penguat perjuangan mengusir penjajah hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ini pula yang mestinya menjadi rujukan dalam membangun bangsa dan negara di era kapan pun.

Hiruk pikuk perbedaan pilihan politik dalam pemilu adalah fakta adanya. Beda pilihan yang telah disalurkan pada saat pencoblosan, 14 Februari 2024 lalu, hendaknya tidak menyisakan perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari.

Ini patut menjadi renungan kita bersama, mengingat belakangan acap mencuat ego kelompok yang berakibat kepada munculnya embrio perbedaan baru, bukan lagi soal pilihan politik.

Jika embrio ini kian transparan, kemudian dikemas sedemikian rupa dapat berpotensi menimbulkan ketersinggungan dan gesekan, di era kini, pasca-pemilu.

Disinilah kembali dituntut kesadaran yang tinggi, apa pun bentuk perbedaan akan dapat diselaraskan oleh sikap toleransi dan saling menghargai. Itulah yang disebut menyerasikan simpul – simpul perbedaan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Perlu juga ada kesadaran bahwa menjelek - jelekkan orang dan kelompok lain,  bukan lantas orang/kelompok lain itu menjadi jelek. Malah bisa berbalik yang dijelekkan menjadi baik, justru yang menjelekkan mendapat citra buruk. Sebaliknya seseorang/kelompok yang mengapresiasi dan menghargai keberadaan serta keunggulan orang /kelompok lain akan menuai penghargaan dari orang/kelompok lain.

Karenanya ada pesan moral “Berlakulah baik kepada temanmu untuk menjaga mereka, dan berlaku baiklah kepada musuhmu untuk mengalahkan mereka. 

Pitutur luhur mengajarkan,”Manungsa mung ngunduh wohing pakarti” - kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Siapa yang berbuat pasti akan menerima hasil perbuatannya.

Pitutur ini berlaku dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dunia politik.

Ini sejalan dengan telaah para ahli bahwa menghargai orang lain, termasuk perbedaan sikap, akan menumbuhkan pemikiran yang positif. Di antaranya menjadikan ketenangan dalam hidup, menempa diri menjadi orang bermartabat, menghilangkan ego pribadi dan memupus prasangka buruk.

Di era pasca – pemilu sekarang ini, bukan saja dibutuhkan menghargai perbedaan, tetapi menyelaraskan perbedaan sikap politik menjadi urgen, guna menciptakan situasi yang lebih kondusif.

Di sinilah keteladanan para elite politik, yang dimulai dari ucapan hingga perbuatan alias aski nyata.Atraksi politik yang dibangun hendaknya lebih diarahkan kepada mengokohkan persatuan, di tengah perbedaan, bukan malah memudarkan.

Rekonsiliasi, dalam artian memperbaiki hubungan yang sempat retak akibat beda pilihan dan sikap politik, sebagai satu upaya menyelaraskan perbedaan. Lebih – lebih setiap kandidat, caleg ataupun capres- cawapres, tentu punya tekad dan tujuan akhir yang sama, yakni memajukan bangsa dan negara Indonesia. Bahwa cara yang ditempuh beda, itulah fakta adanya.

Perbedaan itulah yang perlu diselaraskan demi kepentingan bangsa dan negara, serta rakyat Indonesia, dengan tetap mengakui dan menghargainya perbedaan yang ada. ( Azisoko).

Tags:
Kopi Pagi

Administrator

Reporter

Fernando Toga

Editor