Kopi Pagi Harmoko: Opisisi atau Koalisi

Senin 19 Feb 2024, 07:00 WIB

Dalam membangun koalisi maupun oposisi, jargon demi kepentingan rakyat, perjuangan untuk rakyat, pembangunan buat rakyat, kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat dan semuanya untuk rakyat, hendaknya bukan sebatas slogan..

-Harmoko-

Pesta demokrasi usai sudah, hasil hitung cepat (quick count) setidaknya telah memberikan gambaran awal siapa pemenang pilpres dan pileg, termasuk persentase keterpilihan.

Kita patut menghargai hasil hitung cepat, yang lazim digelar dan terpublish, dari pemilu ke pemilu, tetapi hasil akhir adalah real count  yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Siapapun pemenang pilpres, lazimnya, tersaji dua pilihan bagi partai peserta pemilu, yang jagonya tersisihkan.

Dalam pemerintahan baru mendatang, akankah menjadi oposisi atau bergabung dengan parpol koalisi pendukung pemerintahan yang akan terbentuk kemudian.

Dalam sebuah negara demokrasi, oposisi dibutuhkan sebagai kekuatan penyeimbang. Di negara mana pun, oposisi selalu ada. Bahkan, acap dikatakan negara semakin menjadi kuat selama ada oposisi, bisa lemah jika tanpa oposisi.

Maknanya oposisi diperlukan agar selalu ada kontrol, ada yang senantiasa mengingatkan dalam setiap kesempatan.
Tentu, mengingatkan tentang komitmen yang pernah dikatakan, mengingatkan agar selalu berpijak kepada kepentingan rakyat, mengingatkan agar tidak terlena oleh kesempatan dan kekuasaan. Mengingat pula, terlena dengan kekuasaan cenderung korup, karenanya perlu diingatkan.

Tentu saja mengingatkan dengan tujuan kebaikan, agar selalu berada pada relnya, agar tidak kebablasan. Bukan mengingatkan karena didasari kekecewaan dan ketidaksukaan. Lebih-lebih karena kebencian.

Oposisi tidak asal beda, meski kelompok oposisi berada di seberang, di luar pemerintahan.

Secara terminologi, oposisi merupakan suatu golongan atau partai politik yang kemudian menentang politik pemerintahan yang sedang berjalan. Sering dimaknai pula sebagai penentang, untuk mengkritik pendapat atau berbagai kebijakan yang tak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada.

Apalagi jika kebijakan yang digulirkan merugikan rakyat, melenceng dari apa yang dijanjikan, termasuk janji politik, visi dan misi seperti yang telah dikampanyekan sebelumnya.

Jika strategi politik seperti ini yang dilakukan, tak ubahnya mewakili kepentingan rakyat, sejalan dengan harapan rakyat. Ini akan menjadi modal politik untuk pemilu berikutnya.

Namun, karena berada di seberang, berarti tidak masuk dalam kabinet dan lembaga atau badan lain di pemerintahan.

Di sisi lain, pemenang pilpres ada keharusan membangun parpol koalisi pendukung pemerintahan. Karena siapapun pemenangnya, parpol pendukungnya tidak menguasai suara mayoritas parlemen. Koalisi gemuk saja, untuk pasangan calon presiden-wapres nomor urut 2, hanya menguasai suara sekitar 42-43 persen hasil pileg. Ini versi hitung cepat sejumlah lembaga survei yang sudah dirilis.

Artinya, jika ingin kebijakan yang hendak digulirkan berjalan mulus, perlu merangkul parpol lain, di luar Koalisi Indonesia Maju, agar kekuatan di parlemen menjadi sedikitnya 55 persen. Hal ini juga berlaku bagi paslon nomor urut 1 dan 3.

Pertanyaannya, siapa parpol yang akan berada di jalur oposisi dan bergabung di koalisi pemerintahan? Akan terjawab setelah pengumuman kabinet baru, meski jauh hari sebelumnya sudah terdapat tanda-tanda.

Yang hendak kami sampaikan adalah di mana pun berada, apakah oposisi maupun koalisi, kepentingan rakyat merupakan hal yang utama. Ini sesuai dengan tujuan pemilu untuk memajukan bangsa dan negara. Maju negaranya, sejahtera dan bahagia rakyatnya.

Rakyat tidak mempersoalkan melalui jalur mana yang akan ditempuh, tetapi lebih kepada hasil dan manfaat yang dirasakan oleh rakyat.

Yang utama kepentingan rakyat, bukan semata kepentingan oposisi atau pun koalisi. Jika tujuannya sama, hendaknya sejalan dengan cita-cita yang akan diraih, meski beda jalur yang ditempuh.

Beda jalan yang ditempuh, tetapi tujuan yang hendak dicapai adalah sama. Itulah demokrasi, lebih-lebih demokrasi di negeri kita yang berlandaskan Pancasila.

Demokrasi bukan menang-menangan, bukan pula memaksakan, tetapi menyelaraskan semua kepentingan demi membangun bangsa dan negara guna mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Begitupun dalam membangun oposisi maupun koalisi, jargon demi kepentingan rakyat, perjuangan untuk rakyat, pembangunan buat rakyat, kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat dan semuanya untuk rakyat, bukan sebatas slogan.

Janganlah setelah memenangkan kontestasi, terbangun koalisi, lupa dengan jargonnya sehingga rakyat dibiarkan menanti tak pernah menikmati. Padahal rakyat tak hanya dijadikan jargon perjuangan, tetapi telah berjuang ikut memenangkan dengan memberikan hak pilihnya. (Azisoko).

Berita Terkait

Kopi Pagi Harmoko: Sareh – Sumeleh

Kamis 14 Mar 2024, 10:34 WIB
undefined

News Update