ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Sareh – Sumeleh

Kamis, 14 Maret 2024 10:34 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Selama masih terus menghakimi orang lain, mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, tapi lupa atas aib diri sendiri, cermin masih rendahnya kemampuan mengontrol diri. Pertanda belum adanya sikap sareh lan sumeleh.."

-Harmoko-
 
Sering dikatakan hawa nafsu adalah musuh tersembunyi. Ada, tetapi tidak terlihat kasat mata karena bersemayam dalam diri kita. Acap pula diistilahkan musuh terbesar dalam hidup kita bukan datang dari luar.

Musuh berbahaya bukan berada di sekeliling kita, tetapi dalam diri kita. Musuh dimaksud adalah hawa nafsu dengan beragam latar belakangnya.

Musuh besar harus senantiasa ditaklukan, setidaknya dikendalikan. Jika tidak, akan semakin besar dan liar menyerang diri kita. Menyeret seseorang melanggar etika dan norma.

Seseorang melakukan korupsi misalnya, bukan karena tidak tahu bahwa korupsi itu melanggar hukum. Bukannya pelaku tidak tahu bahwa korupsi itu merugikan bangsa dan negara serta menyengsarakan rakyat, tetapi lebih karena tidak memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Keinginan kuat dalam hatinya untuk mendapatkan uang berlimpah dengan cara mudah.

Keinginan yang kuat, kecintaan atas sesuatu yang menguasai hatinya. Kekuatan emosional yang sangat besar dalam diri seseorang menyangkut pemikiran, kehendak atau boleh jadi fantasi diri itulah makna hawa nafsu.

Dalam konteks korupsi adalah keinginan yang kuat dari seseorang untuk menumpuk harta benda secara instan dan gampangan. Ini didorong adanya sifat serakah karena terbuka peluang untuk melakukannya dengan kewenangan yang dimilikinya.

Disebut nafsu karena di dalamnya terdapat keinginan hati yang kuat untuk meraih sebanyak  banyaknya kepuasan duniawi. Saking tingginya dorongan memenuhi hawa nafsu, kadang untuk mendapatkannya dengan menghalalkan segala cara. Meski jauh dari etika dan norma, jauh pula dari nilai  nilai luhur bangsa kita, Pancasila, tetap saja diterabasnya.

Begitu juga acap tak terbantahkan dalam upaya meraih kekuasaan dan jabatan, meski melanggar etika dan norma.
Ini yang harus dicegah. Siapa yang mencegahnya? Jawabnya kita semua, sebagai pemilik nafsu perlu menata diri dengan tidak mengumbar kepuasaan duniawi.

Itulah perlunya kontrol diri (self control) terhadap hawa nafsu yang bermukim dalam diri yang berarti perlu adanya alat pengendali.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT