JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming sebagai tersangka.
Ia diduga menerima suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Hal tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Menurutnya, Mardani Maming telah menyalahkan kewenangan pemberian izin usaha pertambangan operasi dan produksi di wilayahnya selama menjabat.
Dari hasil penelusuran KPK, salah satu pihak yang dibantu Mardani yakni pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio pada 2010.
Hendry diduga melakukan pendekatan kepada Mardani untuk mempercepat proses peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL dan PT PCN.
Usai pendekatan itu, Mardani mengenalkan Henry dengan Raden Dwijono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Tanah Bumbu pada 2011.
Mardani Maming juga berperan dalam memerintahkan Raden untuk membantu Henry.
Alhasil, Mardani membuat surat keputusan tentang peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL ke PT PCN pada Juni 2011.
"Ditandatangani MM (Mardani Maming) di mana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang," jelas Marwata.
Peralihan itu diyakini melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Beleid itu menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
KPK juga meyakini Mardani meminta Henry untuk mengurus izin pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan.
"Yang adalah perusahaan milik Mardani Maming," ujar Marwata.
PT ATU ini merupakan perusahaan fiktif yang sengaja dibuat Mardani, tujuannya untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Mardani," jelas Marwata.
Pembiayaan operasional PT ATU diyakini dari Henry. Perusahaan itu sudah membangun pelabuhan pada 2012 sampai dengan 2014.
Mardani juga diyakini sudah berkali-kali menerima uang dari Henry. Beberapa duit yang diterima diambil oleh orang kepercayaannya atau masuk dari perusahaan Mardani.
"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2020," jelas Marwata.
Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)