jAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ikut mengkritik kinerja Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan, terkait proses hukum Holywings.
Sebagai informasi, belum lama ini pihak kepolisian menetapkan enam pekerja Holywings sebagai tersangka.
Menurut LBH Jakarta, proses hukum terhadap para pekerja Holywings bermasalah.
"Proses hukumnya merupakan tindakan reaktif, akibat tekanan massa, prematur dan menambah daftar panjang korban penetapan eksesif pasal karet," ujar Pengacara LBH Muhammad Fadhil Alfathan, dikutip dari keterangan resminya, Selasa (28/6/2022).
"Mulai dari pasal ujaran kebencian penodaan agama, hingga kabar bohong," tambahnya.
Fadhil menegaskan, polisi mengambil tindakan reaktif, serta menunjukkan standar ganda, jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang pernah ditanganinya.
"Kasus ini merupakan kasus kedua dalam satu bulan terakhir, sebelumnya polisi juga reaktif terhadap perkara 'rendang babi', karena viral di media sosial," tutur Fadhil.
Lebih lanjut, ia menyoroti sikap kepolisian yang kerap menolak laporan yang tak ramai menjadi perbincangan publik.
Fadhil menjelaskan beberapa kasus, yakni penolakan Polresta Banda Aceh pada korban pemerkosaan, dengan alasan belum melakukan vaksinasi Covid-19.
Ada pula laporan korban perampokan yang sempat ditolak oleh anggota Polsek Pologadung.
"Penerapan pasal-pasal karet eksesif, ditambah laporan yang dibuat oleh kepolisian menambah bukti subjektifitas aparan dalam penegakan hukum," ujar Fadhil.
Untuk diketahui, para pekerja Holywings dituduh melakukan penodaan agama, sebagaimana tertulis dalam Pasal 156a KUHP.
Pasal tersebut dimasukkan ke dalam daftar KUHP, lewat Pasal 4 UU1/PNPS/1965.
Menurut Fadhil, sebelum seseorang dijatuhi pidana sesuai UU No.1/PNPS/1965 harus ada tindakan dari Menteri Agama, Menteri atau Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri hingga Presiden Republik Indonesia.
"Hal itu dijelaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU 1/PNPS/1965 yang saling berhubungan. Persyaratan formil-administratif dalam Pasal 3 harus dipenuhi, sebelum menerapkan Pasal 4," tutur Fadhil.
"Enggak diterapkan dalam kasus ini, sehingga proses hukum menjadi sewenang-wenang, karena prematur," tambahnya.
Tak hanya polisi, LBH Jakarta juga menyinggung pernyataan pihak Holywings yang memberikan sanksi berat terhadap enam pekerjanya, usai ditetapkan menjadi tersangka.
Sebagai penyedia kerja, Holywings tidak boleh hanya menekankan sanksi, melainkan harus memenuhi hak enam pekerjanya.
"Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) PP 35/2021, 6 pekerja itu berhak atas bantuan kepada keluarga pekerja, menjadi tanggungannya dalam hal mereka sedang ditahan pihak berwajib, karena diduga melakukan tindak pidana," pungkas Fadhil.
(*)