PAPUA, POSKOTA.CO.ID - Pemogokan adalah penerapan hak para buruh. Pernyataan ini disampaikan Direktur LBH Papua Emanuel Gobay.
Pengacara 8.300 buruh PT Freeport itu menyebutkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa salah satu hak buruh adalah mogok.
Karena itu 8.300 buruh PT Freeport di Papua yang melakukan pemogokan itu menunjukkan bahwa mereka masih aktif sebagai buruh.
“Mereka sedang menggunaan haknya. Itu juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Aagung terkait gugatan PHK yang diajukan oleh Freeport kepada lima orang buruh yang sedang melakukan mogok. Dalam pendapat hakim MA itu menyebutkan bahwa kelima orang itu sedang menjalankan hak mereka. Dalam hal ini mogok,” tegas Emanuel Gobay.
Putusan MA itu keluar pada 2021. Secara hukum, melalui keputusannya, MA mengakui bahwa pemogokan tidak mengubah status mereka sebagai pekerja aktif.
Emanuel Gobay menyayangkan tidak ada perubahan yang terjadi sejak Pemerintah RI menjadi pemegang saham mayoritas dengan 51 persen pada akhir 2018. Demikian dikutip dari VOA pada Sabtu (7/5/2022).
Pada saat bersamaan, aduan 8.300 buruh Freeport ke Komnas HAM pada 2017 dan 2018 telah ditanggapi dengan keluarnya dua rekomendasi lembaga tersebut.
“Yang ditujukan kepada Presiden, untuk selesaikan persoalan ini. Namun Pak Presiden abaikan itu dan fokus hanya pada masalah perebutan saham itu. Sahamnya sudah mereka peroleh tetapi rekomendasi Komnas HAM yang menggantung itu sampai hari ini tidak ditindaklanjuti. Makanya, kami sebut mereka ini korban penerapan kebijakan Minerba itu,” tambahnya.
Tanggung jawab penyelesaian 8.300 buruh mogok ini ada di tangan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas.
Emanuel Gobay mengingatkan bahwa pasal 28 ayat 4 UUD 1945 berisi tentang penghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM. Karena itu, pemerintah bertugas sepenuhnya menyelesaikan persoalan ini.
Dia mengingatkan bahwa pemogokan ini adalah masalah kemanusiaan juga. Bersama 8.300 buruh ada keluarga mereka yang kehilangan sumber pendapatan. Termasuk di dalamnya kehilangan kepesertaan BPJS untuk membiayai kesehatan mereka.
“Sikap negara yang hanya melihat ini seperti menghendaki buruh ini mati pelan-pelan. Apalagi fakta hari ini, sudah lebih dari seratus orang buruh yang meninggal, yang mogok, karena tidak mampu membayar biaya pengobatan akibat BPJS dicabut,” tegasnya.
Desakan yang sama diberikan kepada Pemerintah Daerah Papua, karena menurut kesepakatan awal, mereka adalah pemegang 10 persen saham Freeport. Namun sebagai pemegang saham Gubernur Papua hanya mengirimkan surat desakan kepada PT Freeport pada 2018.
Surat itu berisi pernyataan bahwa pemogokan adalah hak yang sah dan agar PT Freeport segera mengaktifkan kembali 8.300 dan membayarkan upah mereka. ***