Kopi Pagi

Macan Asia

Senin 31 Jan 2022, 07:00 WIB

Untuk menciptakan kejayaan negeri, seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran. - Harmoko

“TAHUN Macan Air”, itulah shio pada Tahun Baru Cina sering disebut Tahun Baru Imlek, Selasa, 1 Februari 2022 besok. Tetapi, saya tidak akan membahas soal shio dan feng shui karena sudah ada ahlinya, yang hendak disampaikan, macan adalah simbol keberanian, ketangkasan, ketangguhan, kekuatan dan kehebatan lainnya, termasuk kepemimpinan dan kekuasaan.

Itu pula, mengapa “macan” sering dijadikan lambang barang, simbol organisasi dan institusi karena memiliki filosofi tampan berkuasa, perkasa,cepat, kuat, indah, eksotik dan populer.

Bahkan, ada satu dusun “Gembongan” di Kulon Progo, Yogyakarta menempatkan simbol kepala macan di pintu gerbang masuk desanya karena nilai filosofis dan historisnya.

Negeri kita juga memiliki historis dengan julukan “Macan Asia” sejak kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Di era kepemimpinan Soekarno, Indonesia dijuluki The Lion of Asia (Singa Asia), di era kepemimpinan Soeharto dijuluki The Tiger of Asia (Macan Asia).

Indonesia diperhitungkan dunia internasional, bukan hanya ketangguhannya di bidang ekonomi, juga kekuatan pertahanan dan peralatan tempurnya. Beberapa kali Indonesia dengan pasukan elitnya sukses menyelesaikan misi pembebasan sandera. Selain mengirim secara rutin pasukan perdamaian dengan nama Kontingen Garuda.

Julukan mulai tergerus seiring dengan situasi dan kondisi, ditambah kian pelik dan banyaknya rintangan, dari permasalahan ekonomi hingga maraknya korupsi yang tiada henti.

Kini, Indonesia, ibarat macan harus kembali bangkit, mengaum memperlihatkan taringnya, matanya, lompatan besarnya untuk tampil terdepan mengejar ketertinggalan. Memaksimalkan potensi dan kehebatan yang dimilikinya guna memenuhi target dan sasaran, sekaligus memupus julukan “Macan Asia yang sedang tidur” yang kini disandangnya.

Geliat macan dari tidur panjangnya sudah terlihat, auman keras terdengar menggelegar, begitupun perburuan mulai melaju sebagaimana kian lajunya pertumbuhan ekonomi negeri kita di era pandemi.

Tapi, itu belumlah cukup, mengingat berbagai problema masih menjadi rintangan seperti pemulihan ekonomi, masalah tenaga kerja berikut penyediaan lapangan kerja, tersedianya sembako yang melimpah dengan harga murah.

Stabilitas harga menjadi penting di tahun ini untuk menekan lonjakan inflasi yang diprediksi para pakar bisa mencapai 5 persen, jika pemerintah menaikkan sejumlah tarif, menyusul pencabutan subsidi. Belum lagi PPN menjadi 11 persen, dan penghapusan bertahap premium.

Itulah sebabnya yang dibutuhkan sekarang bukan sebatas mengaum, tetapi lompatan besar dan panjang untuk menghalau segala macam rintangan, menuju titik sasaran yang diharapkan pemerintah dan rakyat.

Macan, juga simbol seorang raja, pemimpin. Di sinilah perlunya keteladanan pemimpin, siapapun dia, di manapun berada, baik ketika di depan, di tengah maupun di belakang, termasuk ketika mengambil kebijakan seperti dikatakan Pak Harmoko dalam “Kopi Pagi” di media ini.

Sejatinya negeri kita kaya dengan falsafah kepemimpinan yang telah ditorehkan oleh para tokoh besar sejak era kerajaan, perjuangan hingga saat sekarang. 

Salah satunya falsafah kepemimpinan Sultan Agung. Seperti diulas dalam “Serat Sastra Gending”, terdapat 7 pedoman untuk menjadi pemimpin yang dicintai rakyat, guna menciptakan kejayaan negeri.

Sekadar mengingat, dalam literatur disebutkan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) adalah Raja Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1613-1645. Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan beliau dengan wilayah kekuasaan mencakup seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat.

Dari ke-7 pedoman, satu di antaranya “bahni bahna amurbeng jurit” - seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.

Menjadi teladan tidaklah mudah. Pemimpin akan selalu disorot publik, tak hanya kebijakan, ucapan dan perilaku perbuatan. Tak hanya pribadi pemimpin, tetapi melebar kepada anggota keluarganya (istri/suami, anak, ponakan dan kerabat dekat) yang juga harus menjadi teladan.

Saya meyakini dengan potensi yang dimiliki negeri kita ini, melimpahnya  sumber daya alam, seni budaya serta kualitas SDM, melalui ketangguhan dan keteladanan para pemimpin di level manapun, semua rintangan dapat dilalui.

Melalui kebersamaan tanpa prasangka, negara kita dapat meraih kembali julukan sebagai “Macan Asia”, bukan “macan yang sedang terlelap”, bukan pula "macan kertas”, apalagi "memacani". Apakah di tahun ini akan muncul tokoh yang bisa membawa bangsa kita kembali menjadi "Macan Asia"? Semoga saja. ( Azisoko *)

Tags:
Macan AsiaKopi Pagitahun-baru-imlekTahun Baru CinaFeng shui

Administrator

Reporter

Administrator

Editor