ADVERTISEMENT

Ojo Mentang-Mentang

Rabu, 24 November 2021 09:30 WIB

Share
Ojo Mentang-Mentang. (Kartunis/Poskota.co.id/Sental-Sentil/Ucha)
Ojo Mentang-Mentang. (Kartunis/Poskota.co.id/Sental-Sentil/Ucha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

KAKEK, tadi cucu terpilih jadi ketua kelas” kata sang cucu kepada kakeknya.

Kakek: “Wah bagus berarti kamu banyak disukai teman- teman”

Cucu : “ Iyo dong, cucu kakek, hebat..”

Kakek : “ Cuma kakek pesan, jangan karena kamu disukai banyak teman, jangan karena kamu punya jabatan lantas mentang – mentang. Suka menyalahkan orang lain”

Cucu : “Kenapa kakek bilang begitu?”

Kakek pun menjelaskan. Nenek moyang kita dulu sering mengingatkan “Ojo adigang, adigung lan adiguna” yang artinya jangan mengandalkan atau menyombongkan kekuatan, kekuasaan dan kepandaian.

Cucu : “Kenapa kek?”

Kakek pun menjawab orang yang adigang , adigung lan adiguno cenderung menjadi sombong dan arogan. Sifat semacam ini bisa membawa kepada keinginan menyalahkan orang lain, ketimbang mengoreksi diri sendiri. Apalagi kondisi situasi mendukungnya sehingga sering dikatakan “Hal yang paling mudah itu menyalahkan orang lain, dan tersulit menyalahkan diri sendiri. “

Ini wajar saja terjadi karena untuk melihat kesalahan diri sendiri sangatlah sulit, sementara melihat kesalahan orang lain begitu mudah.

Ada pepatah yang mengingatkan kepada kita semua bahwa gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak. Jika diterjemahkan secara bebas artinya kesalahan besar atau aib diri sendiri tidak kelihatan, tetapi kesalahan orang lain, sekecil apapun akan terlihat.

Ini boleh jadi karena kesalahan diri sendiri berada di tengkuk, yang sulit melihatnya, sedangkan kesalahan orang lain di depan mata, gampang terlihat. Tetapi jangan pula cermin yang dipecah, setelah mengetahui dengan terang benderang bahwa ternyata dirinya sendiri yang salah.

Ibarat “buruk muka, cermin dbelah” yang artinya sudah tahu dirinya yang salah masih juga beralibi menyalahkan keadaan yang buruk kepada orang lain. Ini sama artinya tidak ikhlas mengakui kelemahannya atau kesalahannya.

Karena terus berusaha mencari – cari kesalahan orang lain sehingga melupakan kesalahan yang kian menumpuk pada dirinya sendiri.

Lebih buruk lagi, ketika menyalahkan orang lain sambil membawa – bawa martabat keluarganya, kehebatan orang tuanya karena tahta dan jabatannya. Apalagi kalau sampai terucap dalam kata bahwa dia anak yang berpangkat.

Hendaknya, sebagai anggota keluarga yang memiliki pangkat, jabatan dan kedudukan, menjaga kehormatannya. Bukan menebar kehormatan agar disegani atau ditakuti orang.

Jika sikap mentang – mentang yang dipertontonkan, bukan mikul dhuwur, tetapi bisa jadi mikul ngisor. Bukan mengangkat harkat dan martabat keluarga, tetapi merendahkannya.

Ingat cucuku, “ajining diri soko lathi” - harga diri seseorang dilihat dari ucapannya, lisannya, perkataannya.

“Karena itu cucuku, kamu harus menjaga lisanmu di mana pun kamu berada.”

Cucu : “Baik kek”

Begitu juga teman – teman kamu, siapapun dia perlu menjaga lisannya. Apakah dia anak orang kaya, anak melarat, anak pejabat, anak kopral atau anak jenderal hendaknya bertutur kata yang santun sebagaimana jati diri budaya bangsa kita. Mari kita mulai dari diri sendiri. (Jokles)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT