Persidangan Kasus Penembakan FPI. (adji)

Kriminal

Cecar Soal SOP Penembakan Unlawful Killing KM 50 di PN Jaksel, Hakim Tegur JPU

Selasa 09 Nov 2021, 23:14 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dalam persidangan perkara Unlawful Killing Laskar FPI KM 50, JPU bertanya pada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat soal Standar Operasi Prosedur (SOP) penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2021) itu Tubagus hadir di ruang utama dan memberikan keterangan sebagai seorang saksi.

Pertanyaan yang dilayangkan JPU Zet Tadung Allo. bermula dari laporan yang diterima Tubagus dari anggotanya saat kejadian penembakan di dalam mobil saat empat orang anggota Laskar FPI hendak dibawa ke Mapolda Metro Jaya dari rest area KM. 50 Cikampek, Jawa Barat.

"Siapa yang membawa empat orang Laskar ke Polda Metro Jaya?," tanya JPU.

Dari hasil laporan yang diterima, Tubagus menyebut jika yang membawa para anggota Laskar FPI adalah terdakwa Briptu Fikri, terdakwa Ipda M. Yusmin Ohorella, dan almarhum Ipda Elwira. Laporan itu, kata Tubagus, menyebutkan bahwa empat orang Laskar FPI menyerang dengan cara mencekik dan merebut senjata.

"Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM 50, mereka (Fikri, Ohorella, dan Almarhum Elwira) diserang oleh keempat anggota laskar tersebut diserang dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.

Atas tindakan itu, maka Fikri, Ohorella, dan almarhum Elwira mengambil langkah secara spontan.

Kata Tubagus, anggotanya melakukan penembakan yang mengakibatkan empat orang anggota Laskar FPi tewas.

"Kemudian secara spontan, mereka mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut, kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota Laskar dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," jelas Tubagus.

Lantas, JPU langsung bertanya mengenai SOP penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian.

Tubagus mengatakan, penggunaan senjata api merujuk pada sejumlah indikator.

"Yang mau saya tanyakan, apakah di kepolisian Bareskrim apakah ada SOP penggunaan senjata api?," tanya JPU, lagi.

"Digunakan ketika sudah membayakan diri dan masyarakat, maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa baik terhadap dirinya maupun orang lain," papar Tubagus mantan Kapolres Jaksel.

Tidak sampai situ, dengan kembali merujuk pada SOP, JPU bertanya soal bagian tubuh mana yang harus disasar oleh anggota polisi dalam kondisi terdesak.

Dalam jawabannya, Tubagus menyebut jika dalam kondisi normal, anggota polisi peluru yang dilepaskan harus ditujukan untuk melumpuhkan.

"Digunakan senjata api jika sesuai SOP bagian tubuh seperti apa?" kata JPU.

"Kalau dalam kondisi normal itu ditujukan untuk melumpuhkan," lanjut Tubagus.

Namun, dalam konteks ini, lanjut Tubagus, kondisi yang dialami anggotanya sedang dalam ruang yang sempit, yakni di dalam mobil.

Otomatis, bagian tubuh yang ditujukan untuk melumpuhkan, seperti kaki misalnya, tidak terlihat.

"Kondisi yang dilaporkan oleh anggota itu kondisinya spontan, kejadian itu secara spontan dalam ruangan yang sempit dalam mobil posisi yang terlihat adalah bagian (tubuh) atas karena di dalam mobil," ungkap Tubagus.

Hakim Tegur

Ketua Majelis hakim PN Jakarta Selatan yang menyidangkan dugaan kasus unlawful killing laskar FPI menegur Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menanyakan sejumlah hal ke saksi AKBP Handik Zusen, yang kala itu menjadi Kasubdit III Resmob Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen.

Awalnya, Jaksa mencecar pertanyaan soal adanya penembakan yang dilakukan dua terdakwa, Briptu Fikri R dan Ipda M Yusmi O hingga menewaskan laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada saksi AKBP Handik.

Pertanyakan itu khususnya tentang boleh atau tidaknya anggota Polri melesatkan tembakan ke organ vital rival meski dalam keadaan terpaksa atau darurat.

"Kalau itu (anggota eks Laskar FPI) menyerang, kemudian keadaan terpaksa, apakah tembakan yang dikeluarkan (anggota polisi) harus pada organ vital manusia?," tanya Jaksa.

Ketua Majelis Hakim, M Arif Nuryanta lantas menegur Jaksa karena menilai pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan kesimpulan.

"Pertanyaannya ini, jangan menyimpulkan, coba tanyakan hal lain," tegur hakim Arif. (adji)

Tags:
Kasus Unlawful Killing Laskar FPIPengadilan Negeri Jakarta SelatanKasus Penembakan FPI

Novriadji Wibowo

Reporter

Administrator

Editor