JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Adanya kebijakan Kementrian BPN/ ATR dengan sertifikat tanah elektronik jangan menambah beban masyarakat dan tidak serta merta diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
Demikian dikatakan Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, menyoal sertifikat tanah elektronik yang lagi hangat dibicarakan.
"Yang terpenting kebijakan sertifikat elektronik harus transformatif, sehingga berdampak baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meminimalisir kasus pertanahan serta jangan menimbukan misinformasi di masyarakat," kata Guspardi, Rabu (10/2/2021).
Baca juga: Guspardi Gaus Nilai Penerapan e-voting di Pemilu Nasional Perlu Kajian Komprehensif
Teknis penyelenggaraan kebijakan e-Sertifikat ini harus informatif dan komunikatif. Dilaksanakan secara bertahap mulai dari kota besar, lembaga dan instansi pemerintah lalu badan hukum baru setelah itu masyarakat luas.
"Penerapannya juga perlu kehati-hatian dan keseriusan karena menyangkut keamanan data dan membutuhkan dana yang besar. Prinsip akuntabilitas harus di jaga untuk menghindari kebijakan ini dijadikan lahan korupsi baru," ujarnya.
Saat ini yang berkembang informasi yang simpang siur di tengah masyarakat. Diberitakan bahwa sertifikat fisik milik masyarakat akan di tarik dan digantikan sertifikat ekektronik (e-sertifikat).
Baca juga: Sengketa Tanah di Cakung, 10 Pejabat Kanwil BPN Jakarta Disanksi
Hal ini membuat bingung masyarakat. Bagaimana prosesedur dan mekanisme pergantiannya. Apakah akan dilakukan secara gratis atau berbayar. Banyak pertanyaan dan distorsi informasi yang berkembang di masyarakat terhadap kebijakan ini.
"Terutama masyarakat di daerah pedesaan, karena akses jaringan informasi dan pemahaman masyarakat terkait teknologi belum memadai. karena memang masyarakat belum mendapatkan penjelasan yang cukup dan memadai terkait kebijakan ini," tutur Legislator dapil Sumbar 2 ini.
Politisi PAN itu juga menekankan sosialisasi Permen ATR/BPN No 1 Tahun 2021 seharusnya sudah dilakukan dalam tahap perumusan, sehingga ketika kebijakan ditetapkan tidak menimbulkan kebingungan dan reaksi negatif dari masyarakat. Sehingga bisa menutup celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan masa " transisi " pertukaran sertifikat fisik menjadi sertifikat elektronik.
"Selanjutnya permen ini juga harus dapat menghilangkan praktik "mafia tanah" yang masih berkeliaran. Persoalan ini harus juga menjadi "concern" pemerintah untuk membasmi dan menyelesaikannya," katanya.
Baca juga: Pakar Komunikasi ke Kementerian ATR: Hadapi Buzzer Mafia Tanah, Lawan!
Oleh karena itu pemerintah harus serius dan sungguh menjalankan program ini. Perlu sosilasi massif dan edukatif untuk menjelaskan kepada publik seperti apa bentuk dokumen dan mekanisme sertifikat tanah elektronik ini.
"Di samping itu program digitalisasi ini jangan mengulangi kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanan KTP Elektronik (e-KTP) yang banyak menimbulkan masalah. Pemerintah wajib bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan dokumen elektronik berupa data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat," ucapnya. (rizal/ys)