JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Di tepi Sungai Ciliwung, di sudut RT 07 RW 02, Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan, deretan rumah berdiri rapat, berimpitan dengan aliran air yang kerap meluap saat hujan deras mengguyur ibu kota.
Warga di bantaran sungai itu sudah lama hidup dengan ancaman banjir, tapi kini mereka menghadapi kenyataan lain: rencana normalisasi sungai yang akan mengubah tempat tinggal mereka selamanya.
Budi, warga berusia 50 tahun, duduk di depan rumahnya yang menghadap langsung ke aliran sungai. Dia sudah lama mendengar kabar lahannya akan dibebaskan.
Pendataan sudah dilakukan sejak era kepemimpinan Joko Widodo sebagai Gubernur Jakarta, namun hingga kini nilai kompensasi belum juga jelas.
Baca Juga: Gema Ledakan Meriam di Bulan Suci, Tradisi Puluhan Tahun Penanda Buka Puasa
"Pendataan memang sudah lama, dari zaman Pak Jokowi. Cuma sampai sekarang nilainya aja belum ketahuan," ujar Budi pada Jumat, 14 Maret 2025.
Budi, yang sehari-hari mengemudikan ojek online, sebenarnya tidak menolak normalisasi. Dia menyadari, langkah ini diperlukan untuk mencegah banjir yang terus datang, terutama saat air kiriman dari Bogor meluap.
Setiap kali air naik, rumahnya terendam hingga sedada. Budi hanya berharap satu hal: uang kompensasi yang cukup untuk membeli rumah baru. "Kalau bisa sih, ganti ruginya buat beli rumah lagi," katanya.
Abdul Rosyid, 52 tahun, warga asli Pengadegan, juga mengaku pasrah dengan rencana normalisasi. Rumahnya berada di jalur pembebasan lahan, dan ia berharap hak-haknya sebagai pemilik tanah dihargai.
Baca Juga: Motor Oji Cepat Rusak Kena Air Rob di Muara Angke
"Kalau memang kompensasinya sesuai, warga mah setuju aja. Misalnya tanah di sini per meternya berapa, ya dibayar segitu," ucapnya.