Meski begitu, ia tetap merasa berat meninggalkan tempat yang telah menjadi bagian hidupnya selama puluhan tahun. Dia berharap pemerintah tidak hanya mengganti rugi, tetapi memberi ganti untung yang adil bagi warga.
Pemprov Jakarta bersama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menyepakati kelanjutan normalisasi Sungai Ciliwung.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menegaskan, proyek ini akan dilakukan dengan pendekatan manusiawi tanpa penggusuran paksa. "Kami berprinsip tidak akan melakukan penggusuran," kata Pramono.
Normalisasi ini disebut-sebut mampu mengurangi potensi banjir hingga 40 persen di Jakarta. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan pengadaan tanah sepanjang 16 kilometer dari Pengadegan hingga Rawajati, dengan luas sekitar 11 hektare.
Proses pengadaan tanah ini ditargetkan selesai pada Mei, sehingga pembangunan fisik bisa dimulai pada Juni 2025. "Kita berharap awal Juni pembangunan sudah bisa dilakukan karena lahannya sudah clean and clear," ujar Nusron.
Harapan warga seperti Budi dan Rosyid tentu sederhana, yaitu kompensasi yang layak agar bisa melanjutkan hidup di tempat yang lebih aman. Mereka tahu, pada akhirnya, bantaran sungai ini akan berubah.
Namun, meninggalkan rumah yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidup mereka tentu bukan hal yang mudah. Mereka berharap, di balik proyek besar ini, suara mereka tetap didengar dan hak mereka tetap dihargai.