“.. siapa pun pemenang pilpres, wajib menjaga dan merawat keberagaman, termasuk perbedaan dalam pilihan politik. Dalam kompetisi sebagai lawan politik, tetapi selesai kontestasi, adalah kawan membangun bangsa ke depan.”
-Harmoko-
PEMILU 2024 telah berlalu dengan segala euforianya, tak terkecuali gelombang protes yang menyertainya terkait dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan. Meski begitu, secara keseluruhan diakui bahwa pemilu berjalan dengan lancar, aman, tertib dan damai. Ini sebuah prestasi yang patut kita syukuri dan hargai sebagai wujud meningkatkan kedewasaan politik masyarakat.
Soal pemilu baik dan buruk itu soal penilaian, seperti halnya adanya penilaian bahwa pemilu kali ini, yang terburuk sepanjang sejarah pemilu di negeri kita. Beragam penilaian soal penyelenggaraan pemilu adalah sah – sah saja sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Tentu, penilaian itu berdasarkan argumentasi yang dikemukakan, sudut pandang yang dipaparkan serta data yang disajikan.
Masing – masing pihak menggunakan dan memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menilai pemilu, yang berujung kepada adanya perbedaan penafsiran dan kesimpulan sebagaimana terjadi seperti sekarang ini. Itu fakta yang tak bisa dipungkiri.
Jika perbedaan tersebut berlanjut ke proses politik dan hukum,wajib pula kita hargai. Saling menghargai adanya perbedaan inilah kunci menuju kebersamaan, di atas keberagaman.
Saling menghormati perbedaan soal penafsiran penyelenggaraan pemilu, menjadi satu prasyarat untuk melakukan rekonsiliasi nasional bagi para elite politik pasca pemilu.
Momen Ramadan, seperti diusulkan para ulama, tokoh agama dan bangsa, hendaknya dijadikan ajang melakukan rekonsiliasi nasional guna mewujudkan harmoni dan kedamaian serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Rekonsiliasi dimaksudkan adalah memperbaiki hubungan yang sebelumnya sempat retak, tidak harmoni, tidak sejalan karena perbedaan pilihan, dukungan dan atraksi politik selama kampanye pemilu.
Rekonsiliasi adalah kembali bersama untuk menaiki kapal besar besar persatuan, yakni Indonesia.
Pemilu telah berlalu, saatnya menjalin persatuan kembali. Perbedaan pilihan yang ada di masyarakat pada pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu,hendaknya tidak menjadi hambatan untuk mewujudkan kerukunan, keguyuban dan kedamaian.
Melalui pemilu yang telah digelar sebulan lalu,untuk memilih Presiden – Wapres, anggota legislatif dari pusat hingga daerah, sejatinya telah pula menguji kekuatan kerukunan dan toleransi bangsa kita.
Suksesnya pemilu tak lepas dari peran serta rakyat Indonesia, meski sangat majemuk, beragam latar belakang dan pilihan, namun tetap menjaga keutuhan NKRI berikut pilar – pilar penyangganya.
Pendiri negeri ini, di antaranya Bung Hatta pernah berpesan “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.”
Pesan ini penuh makna. Bukan pula hanya untuk masanya, tetapi akan tetap aktual untuk sepanjang masa, dalam konteks kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Pasca-Pemilu 2024 ini, menyongsong pemerintahan baru hasil pemilu, pesan ini menjadi sangat relevan.
Poin penting dari pesan Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia ini, yakni bagaimana kita terus menjaga persatuan dan kepedulian. Persatuan berarti bersatunya beragam corak – beraneka ragam latar belakang menjadi satu kesatuan yang utuh.
Persatuan merupakan wujud dari bersatunya macam – macam corak yang beraneka ragam perbedaan pilihan dan latar belakang, termasuk perbedaan pilihan politik, menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Sementara yang dimaksud kepedulian adalah sikap memperhatikan, proaktif, adanya keberpihakan terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Peduli kepada nilai – nilai persatuan menjadi penting ditanamkan sejak dini kepada generasi era kini, melalui keteladanan para elite politik. Ini untuk menciptakan pemahaman bahwa keberagaman bangsa kita sebuah keniscayaan yang tak perlu lagi diperdebatkan, apalagi dipertentangkan.
Dalam konteks pemilu, siapa pun pemenang pilpres, wajib menjaga dan merawat keberagaman, termasuk perbedaan dalam pilihan politik. Dalam kompetisi sebagai lawan politik, tetapi selesai kontestasi, adalah kawan membangun bangsa ke depan.
Menjadi kewajiban bagi presiden terpilih merangkul semua kekuatan politik yang ada di negeri ini, tanpa kecuali. Termasuk, tentunya, merangkul para tokohnya, capres – cawapres yang didukung kekuatan koalisi dalam pilpres 2024.
Ini hendaknya menjadi “buah” dari “rekonsiliasi nasional.” (Azisoko)