ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Jangan Tebarkan Kepalsuan

Senin, 1 April 2024 06:59 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Kita tentu tidak ingin kebenaran semu dan palsu tumbuh subur menebarkan aroma "kebohongan" yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dapat pula menimbulkan rasa saling curiga, salah paham dan menajamnya perselisihan..”
-Harmoko- 

 
SERING kita dengar slogan “Katakan yang benar adalah benar, Yang salah adalah salah.” Makna lain, jangan sembunyikan kebenaran dan jangan pula menutup-nutupi kesalahan.

Katakan sejujurnya, apa adanya sesuai data dan fakta. Bukan menebarkan kebenaran semu, apalagi palsu, tidak pula menarasikan keburukan palsu dan semu. 

Jika masih ragu untuk mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, pertanda masih terdapatnya kendala dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran. Mengapa? Jawabnya, masyarakat adil makmur, alias yang adil dalam kemakmuran dan makmur yang berkeadilan sebagai cita-cita bangsa dan negara dapat terwujud jika kebenaran dan keadilan ditegakkan secara benar.

Itulah sebabnya ajakan "berani membela kebenaran dan keadilan" secara gamblang dirinci dalam butir - butir pengamalan sila kedua falsafah bangsa, Pancasila.

Menjadi renungan, jika mengatakan yang benar sebagaimana adanya, seperti yang sesungguhnya saja sulit, apalagi menegakkan kebenaran dan keadilan. Menjadi ironi, jika yang dikemas ke ruang publik adalah narasi semu, cerita atau pun kisah yang belum pasti kebenarannya, akurasinya, dan validitasnya.

Bahkan, tak sedikit menebar kebencian dan embrio permusuhan yang dapat mengancam kerukunan, lebih luas lagi persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara kita tidak tahu mengapa harus membenci, mengapa harus bermusuhan, berkonflik dan bertikai. Menjadi kian ironi, kita kadang tidak tahu persis apa masalahnya, apalagi penyebab masalah hingga terjadi konflik, tetapi sudah ramai ikutan dalam konflik.

Ini yang perlu kita cegah bersama agar kita tidak terjebak kepada narasi semu dan palsu, tidak ikut-ikutan menyebarkannya menjadi sebuah kebenaran palsu. Kita semua tentu tidak ingin kebenaran semu dan palsu tumbuh subur menebarkan aroma & quot; kebohongan & quot; yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dapat pula menimbulkan rasa saling
curiga, salah paham dan menajamnya perselisihan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Itulah sebabnya sejak negeri ini berdiri menegakkan kebenaran dan keadilan telah menjadi pedoman berbangsa dan bernegara.  

Di sisi lain, beda pendapat karena beda kepentingan tidak terhindarkan. Beda fatsun politik, beda sikap dalam pilihan politik tidak terbantahkan. Begitu juga dalam menyikapi hasil pemilu, sah – sah saja. Itulah demokrasi, dalam menyikapi hasil pesta demokrasi.

Kalau kemudian para elite politik berbeda sikap dan pandangan serta berkonflik (dalam artian politik), juga sah – sah saja karena memperjuangkan kepentingan massanya, partainya, kadernya sebagai kontestan pemilu.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT