BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Memiliki curah hujan tertinggi di Indonesia, tak menjamin Kabupaten Bogor terlepas dari kekeringan. Di Bumi Tegar Beriman ini, ada satu Desa bernama Weninggalih yang terletak di Kecamatan Jonggol yang mana seluruh penduduknya saat ini tengah kesulitan mendapatkan air bersih.
Di Desa Weninggalih, kekeringan dan juga krisis air bersih telah melanda sejak bulan Mei lalu. Kekeringan ini ditandai dengan mengeringnya saluran irigasi yang airnya berhulu di sungai Cipamingkis.
Saluran irigasi sendiri adalah salah satu sumber air yang diandalkan oleh masyarakat Desa Weninggalih. Sebab, jika saluran irigasi tersebut mengering, sudah hampir dapat dipastikan bahwa seluruh sumur-sumur milik warga pun telah mengering.
Keringnya saluran irigasi dan sumur-sumur ini berdampak pada kebutuhan primer warga, seperti mandi, cuci hingga minum.
Mengantisipasi sulitnya air bersih untuk kebutuhan primer, warga di Desa Weninggalih pun melakukan penadahan air hujan dengan menggunakan tangki atau toren di setiap rumahnya.
Namun, dari beberapa pengakuan warga, sudah hampir 3 minggu hujan belum mengguyur desa dengan luas wilayah sekitar 446 ribu hektare tersebut.
Salah seorang warga, Wiwin (38) mengaku, ia beruntung karena kini Pemerintah Pusat telah menemukan sumber mata air yang bisa mengairi beberapa rumah warga di sekitar lokasi mata air.
Ia mengaku lebih baik melakukan pemasangan pipa dan membantu iuran untuk membayar listrik, ketimbang menunggu bantuan pengiriman air bersih dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
"Disini (RW.03/Dusun 1) mending pasang pipa, tinggal bantu bayar beli token listrik, daripada nunggu kiriman lama, terus (bantuan air) abisnya cepet timbang pake nyuci, mandi juga udah abis," kata Wiwin saat, Rabu (10/8/2023).
Namun, kendati memberi secercah harapan, sumber air yang terletak di RW.02 tersebut tak mampu mengakomodir seluruh rumah warga yang ada di Desa Weninggalih.
Dari Dusun 1 bergeser ke Dusun 3, walau masih dalam Desa yang sama, nasib warga Dusun 3 ternyata lebih menyedihkan dibanding Dusun 1 untuk hal air bersih ini.
Warga Dusun yang berada sekitar 2,8 Kilometer dari kantor desa setempat ini, disaat kekeringan mengaku hanya mengandalkan tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, tidak adanya hujan selama beberapa minggu terakhir, berdampak pada sulitnya warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga kini warga pun terpaksa membeli air curah dari beberapa distributor air dengan harga 60-70 ribu per 1.000 liter, yang mana air tersebut hanya bisa digunakan untuk keperluan selama 3 hari.
"Disini ngambil airnya jauh, jadi beli air untuk kebutuhan sehari-hari, disini beli air Rp. 60 ribu untuk satu toren (800-1.000 liter)," kata Muniroh (34), salah seorang warga Dusun 3, Desa Weninggalih.
Menurut Muniroh, ia dengan beberapa tetangga lainnya di Dusun 3, sepanjang bulan kemarau ini tidak pernah mendapat bagian dari bantuan air bersih yang dikirim Pemda setempat melalui BPBD.
Walaupun Dusun 3 hanya berjarak sekitar 2,8 Kilometer dari kantor desa, namun sulitnya akses lantaran hanya ada jalan setapak membuat BPBD Kabupaten Bogor pun belum bisa menjangkau rumah-rumah warga yang berada di Kampung Ranji tersebut.
Senada dengan Muniroh, warga Dusun 3 lainnya, Bu Ooy (38 tahun) pun mengaku belum sempat mendapatkan bagian subsidi air bersih dari pemerintah, hampir sejak 3 minggu terakhir.
Petani Alih Profesi
Warga di desa dengan luas 446 ribu hektare ini, rata-rata berprofesi sebagai petani, yang mana diketahui desa ini memiliki luas sawah sekitar 70,22 ribu hektare.
Namun, pada musim kemarau ini para petani pun harus gigit jari atau bahkan berpindah profesi karena tidak adanya sumber mata air yang mampu mengairi persawahan.
"Petaninya ada yang jadi pengerajin bata, ngebun sereh sampe laja. Berhenti dulu (bertani), lagi musim kemarau gak ada airnya," kata Muniroh (34).
Ternyata, bukan hanya Muniroh, ada pula pengalaman serupa dialami warga lainnya, yaitu Bu Ooy (38) yang mengaku, saat ini tidak lagi menjadi petani menjadi karena keringnya areal persawahan.
"Saya kan selain tani juga jualan, jadi sekarang jualan dulu. Jualan jajanan anak-anak di sekolah madrasah," ucap Ooy.
Warga lainnya bernama wiwin (38), semenjak kemarau tiba, sudah tidak ada masyarakat yang bercocok tanam di areal persawahan, terutama padi.
Aktifitas pertanian di desa yang memiliki jumlah warga sekitar 5.000an jiwa ini terpaksa dihentikan secara total sejak masa panen terakhir, atau di bulan Juni.
Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Desa (Kades) Weninggalih, Mamat Rahmat. Menurutnya persawahan di wilayah administrasinya adalah sawah tadah hujan. Yang mana, aktifitas para petani bisa dilakukan di kala musim penghujan tiba.
"Rata-rata per tahun ada gagal panen atau nunggu. Sekarang sudah musim tanam, tapi belum dilakukan penanaman, anggap tertunda, kadang ada yang gagal panen juga. Periode tanam harusnya 3 kali, di sini cuma 2 kali. Spekulasinya seperti itu," terangnya.
Upaya Pemerintah Desa
Guna menghadapi kekeringan dan juga krisis air bersih yang melanda wilayahnya, Kepala Desa (Kades) Weninggalih, Mamat Rahmat mengaku terus melakukan segala daya dan upaya untuk mencukupi kebutuhan utama warga desanya.
Kepala Desa dari sekitar 5.000an warga ini telah melakukan beberapa upaya untuk meminimalisir kekeringan di wilayah administrasinya.
Upaya yang dilakukan Kades tersebut terlihat mulai dari pengajuan bantuan air bersih pada Pemda dan swasta, pengajuan pembuatan embung padi, memasang pipa dari sumber air ke rumah-rumah warga di Dusun 1, membendung air dari sungai Cipamingkis hingga mengajukan pemasangan saluran air baru dari Perumda setempat.
Menurut Rahmat, Pemda melaui BPBD telah melakukan pengiriman air bersih sebanyak 2 kali dalam kurun waktu kurang dari satu bulan dengan total bantuan air sekitar 45.000 liter.
"Selain BPBD, ada juga bantuan dari perseorangan, ngirim 1 kali, kami menerima bantuan dari siapapun, soal kepentingan dan sebagainya silahkan dengan warga, kalau saya siapapun yang mau membantu warga desa saya, silahkan saja," ujarnya.
Menurut Mamat, dari beberapa wilayah di desanya, Dusun 3 menjadi lokasi paling parah dalam hal kekeringan dan juga krisis air bersih ini.
Kontur tanah menjadi alasan utama warga di Dusun 3 tersebut tidak bisa membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
"Karena kontur tanah pengaruh, disana kontur tanahnya padas putih, nanti dikedalaman 15-20 meter ketemu lagi padas hitam, kayak batu bara muda, jadi nggak ada serat air," tuturnya.
Kontur tanah ini menjadi alasan sulitnya warga Dusun 3 untuk mendapatkan air bersih. Kendati tiba musim penghujan, lantaran tidak memiliki sumur, warga di Dusun ini tetap mengandalkan tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Sumur bor ada, cuma di sana nggak bisa. Disini (Dusun 1) di kedalaman 60 meter ada air, 100 meter disana (di Dusun 3) nggak ada air, jadi disana enggak direferensikan untuk dibor, sumber air tadah hujan dengan cara setiap rumah ada bak penampungan," tambahnya.
Desa yang memiliki 10 tempat ibadah berupa Masjid dan Musola ini pun telah memberikan pengajuan pada Perumda Air Minum Tirta Kahuripan untuk melakukan pemasangan saluran air baru.
"Solusinya PDAM (pemasangan baru), tapi belum ada. Kami sudah ngusulin, nanti mau ngusulin lagi, sedang proses tanda tangan warga. Katanya untuk tahun sekarang belum ada, nanti tahun 2024," pungkasnya.
Bantuan Air Bersih Dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
Update terkini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah menyalurkan bantuan air bersih sebanyak 400.000 liter.
Bantuan air bersih ini dikirim BPBD hampir ke seluruh penjuru Kabupaten Bogor, terhitung saat ini sudah ada 29 Desa di 12 Kecamatan yang telah mendapat distribusi air bersih dari Pemerintah.
Sedangkan, untuk Desa Weninggalih sendiri, BPBD telah melakukan pengiriman air bersih sebanyak 2 kali, yaitu pada 1 dan 3 Agustus lalu.
Total, BPBD telah mengirimkan bantuan air bersih pada Desa Weninggalih sebanyak 45.000 liter dan dibagikan di 6 kampung, yaitu Kampung Rawa Bogo Blok Saluyu, Rawa Bogor Kaler, Rawa Bogo Kidul, Tegal Maung, Ranji dan Kampung Tegal Mukti. (Panca Aji)