Nestapa Warga Weninggalih, Menunggu Hujan di 'Kota Hujan'

Kamis 10 Agu 2023, 08:56 WIB
Musim kemarau mengakibatkan Sungai Cipamingkis, Bogor mengalami pedangkalan. (Panca)

Musim kemarau mengakibatkan Sungai Cipamingkis, Bogor mengalami pedangkalan. (Panca)

Warga Dusun yang berada sekitar 2,8 Kilometer dari kantor desa setempat ini, disaat kekeringan mengaku hanya mengandalkan tadahan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun, tidak adanya hujan selama beberapa minggu terakhir, berdampak pada sulitnya warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga kini warga pun terpaksa membeli air curah dari beberapa distributor air dengan harga 60-70 ribu per 1.000 liter, yang mana air tersebut hanya bisa digunakan untuk keperluan selama 3 hari.

"Disini ngambil airnya jauh, jadi beli air untuk kebutuhan sehari-hari, disini beli air Rp. 60 ribu untuk satu toren (800-1.000 liter)," kata Muniroh (34), salah seorang warga Dusun 3, Desa Weninggalih.

Menurut Muniroh, ia dengan beberapa tetangga lainnya di Dusun 3, sepanjang bulan kemarau ini tidak pernah mendapat bagian dari bantuan air bersih yang dikirim Pemda setempat melalui BPBD.

Walaupun Dusun 3 hanya berjarak sekitar 2,8 Kilometer dari kantor desa, namun sulitnya akses lantaran hanya ada jalan setapak membuat BPBD Kabupaten Bogor pun belum bisa menjangkau rumah-rumah warga yang berada di Kampung Ranji tersebut.

Senada dengan Muniroh, warga Dusun 3 lainnya, Bu Ooy (38 tahun) pun mengaku belum sempat mendapatkan bagian subsidi air bersih dari pemerintah, hampir sejak 3 minggu terakhir.

Petani Alih Profesi

Warga di desa dengan luas 446 ribu hektare ini, rata-rata berprofesi sebagai petani, yang mana diketahui desa ini memiliki luas sawah sekitar 70,22 ribu hektare.

Namun, pada musim kemarau ini para petani pun harus gigit jari atau bahkan berpindah profesi karena tidak adanya sumber mata air yang mampu mengairi persawahan.

"Petaninya ada yang jadi pengerajin bata, ngebun sereh sampe laja. Berhenti dulu (bertani), lagi musim kemarau gak ada airnya," kata Muniroh (34).

Ternyata, bukan hanya Muniroh, ada pula pengalaman serupa dialami warga lainnya, yaitu Bu Ooy (38) yang mengaku, saat ini tidak lagi menjadi petani menjadi karena keringnya areal persawahan.

"Saya kan selain tani juga jualan, jadi sekarang jualan dulu. Jualan jajanan anak-anak di sekolah madrasah," ucap Ooy.

Berita Terkait
News Update