TAIWAN, POSKOTA.CO.ID - Taiwan tidak akan mundur menghadapi ancaman agresi Tiongkok.
Pernyataan ini datang dari Presiden Taiwan Tsai Ing Wen.
Dia membandingkan tekanan yang meningkat dari Beijing dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Komentar Tsai Ing Wen ini disampaikan menyusul dikeluarkannya hasil kongres Partai Komunis Tiongkok yang hanya berlangsung dua kali dalam 10 tahun yang pada intinya meningkatkan ancaman lama untuk mencaplok pulau yang dianggap bagian dari wilayahnya itu dengan paksa jika perlu.
Partai Komunis Tiongkok menambahkan pernyataan ke dalam konstitusinya yang menyebutkan dengan tegas menentang dan menghalangi kemerdekaan Taiwan dan dengan tegas menerapkan kebijakan satu negara dua sistem. Rumusan yang akan digunakannya untuk memerintah pulau itu di masa depan.
Cetak birunya telah diterapkan di wilayah bekas jajahan Inggris, Hong Kong, yang kemudian mendapati sistem demokrasi, kebebasan sipil, dan independensi peradilannya hancur.
Tsai Ing Wen ketika berbicara pada pertemuan internasional aktivis pro demokrasi di Taipei mengatakan demokrasi dan masyarakat liberal menghadapi tantangan terbesar sejak Perang Dingin.
“Invasi tanpa alasan Rusia ke Ukraina adalah contoh utama. Ini menunjukkan rezim otoriter akan melakukan apa pun untuk memperluas wilayah kekuasaannya,” ucapnya pada Selasa (25/10/2022) seperti dikutip dari Associated Press.
Dia melanjutkan,“Rakyat Taiwan sudah sangat terbiasa dengan agresi semacam itu. Dalam beberapa tahun terakhir, Taiwan telah dihadapkan dengan ancaman yang semakin agresif dari Tiongkok.”
Lalu Tsai Ing Wen menyebutkan beberapa contoh. Seperti intimidasi militer, serangan siber, dan ancaman ekonomi.
Meningkatnya ancaman Tiongkok telah mendorong Taiwan untuk meningkatkan investasi pertahanan dan perpanjangan masa dinas militer yang diwajibkan bagi semua orang Taiwan.
Tsai Ing Wen menuturkan rakyat Taiwan tidak pernah menghindar dari tantangan meski berada di bawah ancaman terus-menerus dan akan terus berjuang melawan kekuatan otoriter yang ingin merusak cara hidup demokratis mereka.
Taiwan dan Tiongkok terpecah di tengah perang saudara pada tahun 1949 dan Taipei menikmati dukungan militer dan politik Amerika Serikat yang kuat meskipun tidak ada hubungan militer resmi.
Meskipun hanya memiliki 14 sekutu diplomatik resmi namun Taiwan telah menarik dukungan yang meningkat dari negara-negara besar. Termasuk Jepang, Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan bahkan Eropa.
Kunjungan baru-baru ini oleh Ketua DPR AS Nancy Pelosi membuat marah Beijing yang menanggapi dengan latihan militer yang banyak dianggap sebagai latihan blokade terhadap pulau demokrasi berpemerintahan sendiri tersebut. ***