ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Membidik Pemimpin Masa Depan

Kamis, 7 Juli 2022 08:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Banyak falsafah kepemimpinan yang bisa dijadikan rujukan agar menjadi pemimpin yang baik dan benar, amanah, membawa kemajuan sesuai harapan rakyat.

Setidaknya kita mengenal falsafah kepemimpinan astabrata (delapan watak). Astabrata mengajarkan agar seorang pemimpin bersikap adil, merata tanpa pilih kasih sebagaimana filosofi watak bumi, geni (api), banyu (air), bayu (angin), langit (angkasa), surya (matahari), candra (bulan) dan kartika (bintang). Memberi kehidupan untuk semua, tanpa kecuali, tanpa prasangka, tanpa balas jasa, tanpa melihat latar belakang status sosial ekonominya, aspirasi politiknya.

Ada kepemimpinan Gadjah Mada yang mengajarkan tiga dimensi spiritual, moral dan manajerial. Sultan Agung lewat Serat Sastra Gendhing dengan tujuh amanahnya. Dua di antaranya, yakni “rukti setya garba rukmi” – seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.

Disinilah perlunya membangun kemandirian bangsa, tak hanya soal pangan, sandang, dan papan. Tak cukup soal kemandirian ekonomi, juga politik dan budaya sebagaimana konsep TriSakti yang digagas Bung Karno, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan.

Dalam amanah Serat Sastra Gendhing juga disebutkan “smara bhumi adi manggala” – seorang pemimpin harus menjadi pelopor pemersatu dari berbagai kepentingan yang berbeda – beda dari waktu ke waktu. Suatu sikap yang saat ini sangat dibutuhkan membangun bangsa, yang sekarang ini kian terpolarisasi, terpecah belah akibat beda dukungan dan pilihan. Kedua amanah tadi selaras dengan yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai sumber dari sumber hukum, dalam upaya mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial.

Dengan meniru, memiliki watak dan kecakapan alam itu, pemimpin akan memiliki jiwa ksatria sebagai sarana mendarmabaktikan diri kepada negara dan rakyatnya seperti diurai Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Yang dibutuhkan kemudian adalah perubahan sikap para pemimpin melalui aksi nyata. Bukan sebatas slogan, tetapi jauh dari kenyataan. Bukan indah di atas kertas, tetapi minim realitas. Perlu kerja keras, kerja tangkas dan kerja cerdas mengatasi beragam tantangan yang semakin nyata. Cekatan mengambil tindakan, gesit merespons situasi tersulit. Mari lakukan aksi nyata, bukan tebar pesona. (Azisoko*)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT