JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu menyebut kalangan pengusaha berharap jadwal Pemilu 2024 diundur ke tahun 2027. Pernyataan ini terkesan bahwa Bahlil sedang dimanfaatkan oleh kalangan oligarki.
Hal itu disampaikan oleh pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, Kamis, (13/1/2022). Jamil mengatakan konsekuensi dari pengunduran pilpres ini berarti ada keinginan bahwa masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang hingga tahun 2027.
"Cara-cara seperti ini banyak dilakukan di negara demokrasi di mana para oligarki sangat berperan," kata Jamil kepada Poskota.
Jamil menjelaskan korelasi oligarki itu dengan suara para pengusaha yang meminta pilpres diundur. Menurutnya, keinginan para pebisnis menambah masa jabatan Jokowi dapat dimaknai sebagai upaya justifikasi atau pembenaran.
Suara pebisnis akan digunakan sebagai pembenaran adanya arus bawah yang menginginkan Jokowi sebagai sosok yang mampu memulihkan ekonomi Indonesia di era pandemi Covid-19.
Karena hal itu Bahlil Lahadalia seolah-olah menjadi penyambung lidah para pebisnis untuk menyampaikan aspirasinya. Jamil mengatakan pada konteks ini memang belum jelas apakah Bahlil memanfaatkan atau dimanfaatkan para pebisnis menjadi corong menyampaikan aspirasi politiknya.
"Kalau Bahlil memanfaatkan para pebisnis, berarti inisiatif penambahan masa jabatan presiden datang dari dirinya. Para pebisnis dikondisikan untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepadanya kemudian meneruskannya kepada Jokowi dan legislatif secara langsung atau melalui media massa," kata Jamil.
Sebaliknya, Jamil melanjutkan, Bahlil Lahadila bisa saja dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk menyampaikan aspirasinya kepada Jokowi dan legislatif. "Di sini Bahlil rela dimanfaatkan menjadi juru bicara para pebisnis meskipun hal itu bukan tugas dan fungsinya sebagai Menteri Investasi," ujarnya.
Jamil menilai Bahlil mengetahui bahwa perpanjangan jabatan Jokowi sampai 2027 itu tidak dimungkinkan oleh konstitusi Indonesia. Namun, kata dia, Bahlil tetap menyuarakan hal itu agar apa yang disampaikannya dapat menjadi pendapat umum.
"Berbekal pendapat umum palsu inilah yang dikhawatirkan akan dijadikan pembenaran untuk mengamandemen konstitusi," kata Jamil.
"Para oligarki lihai membentuk pendapat umum palsu untuk menggolkan keinginannya. Pendapat umum palsu itu kemudian dijadikan tameng untuk mendesak mengubah peraturan yang menghalangi keinginan mereka," imbuhnya.
Menurut Jamil, para oligarki tidak akan peduli dengan pendapat umum murni dari rakyat. Hasil survei yang menyatakan mayoritas rakyat tidak menghendaki masa penambahan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode dengan sendirinya akan mereka samarkan.
Lebih jauh dia mengatakan, para oligarki akan menggunakan banyak cara untuk terus menyuarakan penambahan masa jabatan presiden. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan banyak pihak sebagai juru bicara pembentuk opini palsu hingga tujuannya terwujud.
"Karena itu, pihak-pihak pro demokrasi harus jeli membaca gerak gerik para oligarki dalam membentuk pendapat umum palsu. Sebab, sekali pendapat umum palsu terbentuk, mereka akan gunakan sebagai pembenaran mewujudkan tujuannya," tandas Jamil.(*)