Yang paling gampang, ujar J, bukan bekerja sebagai ahli bengkel ataupun berniaga. Kebanyakan dari WBP menjadi pengendali narkotika agar dapat menjalani kehidupan di dalam dinginnya jeruji besi.
“Saya lima tahun di TB (Lapas Kelas 1),” kata J.
J yang juga sempat berinteraksi dengan Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah menghuni Lapas itu, mengatakan bahwa kerasnya hidup menjadi seorang Napi dia rasakan selama bertahun-tahun.
Untuk menjadi seorang Napi di Lapas Kelas 1 ini J mengaku harus memiliki modal utama.
“Begitu masuk pun dia harus merogoh Rp500 ribu agar tidak dibambu (digebukin) dan tidak menempati menara,” urai dia.
Menurut dia, menara merupakan ikon yang ada di Lapas Kelas 1 Tangerang. Biasanya tempat ini dijadikan tempat isolasi bagi para napi bermasalah.
Lantaran dia tidak dapat memberikan uang atau istilah dia 86, J pun digiring ke menara untuk bisa beradaptasi.
“Saya sempat digulung terus dibotakin. Habis dibotakin, ditaikin ke menara. Di menara itu berbulan-bulan. Susah air,” jelas dia.
Namun rupanya tempat tinggi yang cukup membuat hati para Napi was-was ini justru tidak steril dari peredaran barang haram yang dianggap menjadi musuh negara.
Bisnis Haram
Bahkan sebaliknya menara menjadi awal mula seorang Napi dapat memulai bisnis haramnya.
“Di menara inilah banyak WBP yang mengendalikan narkoba ke luar. Jadi bukan hanya di blok-blok, di menara pun bisnis narkoba sudah ramai,” jelas dia.