TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Aktivis lingkungan menyebut sampah yang ada di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar berasal dari sampah industri dan rumahan dari luar Kota Tangerang.
Aktivitas TPS liar yang berada di bantaran Sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari sudah beroperasi sejak 2008.
Tidak sedikit aktivis dan masyarakat yang resah.
Apalagi sampah ini kerap berceceran di aliran Sungai Cisadane.
Komunitas pecinta lingkungan Saba Alam Indonesia Hijau (SAIH) salah satunya. Mereka menyebut TPS Liar ini dibiarkan oleh Pemkot Tangerang.
Ketua SAIH, Pahrul Roji pun mempertanyakan fungsi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Satpol PP Kota Tangerang terkait keberadaan TPSL.
"Tingkat pencemaran parah ya karena dari 2008 dibiarkan tanpa ada pendampingan pemerintah itu kan parah. 2008 berarti tanda tanya ke pemerintah kenapa dibiarkan," ujarnya, Jumat, (3/9/2021).
Kata Pahrul, terdapat 5 TPSL yang terdapat di pinggir aliran sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari. Luasnya mencapai 5 hingga 6 ribu meter persegi.
Dari hasil pengamatannya, sampah tersebut merupakan limbah industri dan rumah tangga yang berasal luar wilayah Kota Tangerang.
"Sampah yang ditimbulkan sudah mengkhawatirkan karena sampah yang masuk itu kan dari Jakarta kan dari luar kota Tangerang," ungkapnya.
"Dugaan kita kan gini, itu kan pelaku yang mengelola sampah warga sekitar, nah warga sekitar itu kita kembali bertanya gini ke LH kenapa dibiarkan berlarut-larut," tambah Arul sapaan Pahrul Roji.
Soal TPSL kata Arul Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang memiliki 3 kesalahan.
Pertama sampah yang terdapat di TPSL itu berasal dari luar Kota Tangerang, lalu, sampah atau residu tidak dikelola dengan baik.
"Ketiga, pemerintah membiarkan itu sekian lama bayangkan berapa ton sampah yang masuk ke laut dan sudah sendimentasi sampah. Seperti di muara itu kan ada pulau sampah di Tanjung burung, itu hulunya dimana," tegas Arul.
Arul menegaskan aktivitas TPSL tersebut harus segera diselesaikan. Butuh keterlibatan semua pemangku kepentingan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Bila pembiaran TPSL tersebut merupakan bentuk kompensasi Pemkot Tangerang atas TPA Rawa Kucing. Maka seharusnya ada pendampingan.
"Tutup dan dampingi mereka yang notabene adalah masyarakat diberikan fasilitas atau apalah bentuknya biar mereka tidak melakukan pencemaran sungai sebagai pengganti kompensasi dari keberadaan TPA," jelasnya.
"Kalo dia (Pemkot Tangerang) mau peduli juga mestinya didampingi. Kita mencoba menyelesaikan pencemaran sampah untuk meminimalisir sampah yang masuk ke sungai," tambah Arul.
Kata Arul ada banyak peraturan soal pengelola sampah. Diantaranya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009, Perda Banten nomor 8 tahun 2011 dan UU RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hingga, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
"Banyak peraturan yang mempidanakan pencemaran. Artinya pencemaran lingkungan baik tanah, udara, laut itu ada peraturannya," tegas Arul.
Sejauh ini SAIH telah memberikan surat pengaduan dan permintaan penertiban TPLS tersebut ke Walikota Tangerang, Arief Wismansyah. Walikota dua periode itu pun sudah menerima surat tersebut dan telah menginstruksikan Satpol PP dan DLH untuk menertibkannya. (muhammad iqbal)