"Ya namanya kita ada nominalnya kita ini, yang kita tunggu. Kalau nominalnya kita ini, kita udah hengkang," ucap Udin didampingi istrinya.
Saat ini ia dan puluhan pemilik kafe lainnya, tidak memiliki uang untuk sekedar pindah.
Pasalnya selama dua bulan terakhir, sejak dilakukan penyegelan oleh Satpol PP, puluhan kafe di Kampung Bayam tidak beroperasi.
Dirinya menyesalkan, sebelum dilakukan pembongkaran, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh Satpol PP ataupun pihak terkait lainnya.
"Nggak ada, nggak ada sama sekali, Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 nggak ada yang turun, sama sekali nggak ada," ujar Udin dengan penuh emosi.
Rencananya, bila uang ganti rugi bangunan sudah dibayarkan PT Jakpro, ia bersama istrinya akan pulang kampung menghabiskan masa tuanya di Indramayu, Jawa Barat.
Udin yang memiliki tiga orang anak, menunjukan kertas berisi daftar kafe dan jumlah nominal ganti rugi bangunan yang menurutnya dikeluarkan oleh PT Jakpro sejak tahun 2020 lalu.
Menurut daftar tersebut, ada 26 kafe yang telah didata dan tertulis nominal uang ganti rugi bangunan.
Nominalnya pun beragam, berdasarkan luas lahan dan bangunan.
"Macam-macam sih (nominal ganti rugi), kita Rp47 juta," terang Udin.
Senada dengan Rob Sitor Situmorang (55) pemilik kafe lainnya.
Ia akan tetap bertahan di lokasi sampai uang ganti rugi bangunan dicairkan oleh PT Jakpro.