Hal dasar dalam jurnalisme yang dianut banyak wartawan di seluruh dunia itu sebenarnya tersedia pula di Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 2006, yang diinisiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pula, bersama organisasi kewartawanan lain dan Dewan Pers.
Baca juga: Datangi RS Polri, Fadli Zon Mewakili Keluarga dari 6 Jenazah Laskar FPI
Pasal 1 Kode Etik Wartawan Indonesia menegaskan, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik (pasal 2).
Selain itu, pada pasal 3 dan 4 ditegaskan, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Terkait dengan peristiwa kematian enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI), Senin (7/12/2020) lalu, sebagai akibat berbenturan dengan Kepolisian, dengan masing-masing laporan versi Polri atau FPI, Dewan Kehormatan PWI Pusat mendorong wartawan Indonesia untuk dapat mewujudkan keterbukaan informasi, sehingga duduk perkara kasus itu terungkap.
Baca juga: Saat Pengambilan Jenazah Anggota FPI, Polisi Begitu Ketat Mengawasi
Hal ini senada pula dengan pesan Penasihat PWI Pusat Jakob Oetama (1931-2020), dalam buku “Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat yang Tidak Tulus”(Penerbit Buku Kompas, 2004), yaitu “Orang membaca surat kabar untuk mencari informasi, yakni informasi yang cukup lengkap, sehingga jelas duduknya perkara dan karena itu memberikan bahan informasi yang berarti.”
Di era saat ini, media bukan hanya surat kabar, tetapi juga media elektronik: televisi dan radio, serta media online (dalam jaringan).
Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat Raja Parlindungan Pane pun menambahkan, pers harus obyektif dan menjunjung tinggi cover both side dan menyampaikan fakta yang terjadi. Pers jangan sampai partisan dan akhirnya PWI terkena imbasnya.
Baca juga: Polisi Kantongi 3 Server CCTV di Lokasi Baku Tembak dengan 6 Laskar FPI
Nashihin Masha menambahkan wartawan harus menjunjung fakta yang ditemukannya, bukan sekadar mengikuti pendapat narasumber. Oleh karena itu, untuk mampu mengungkapkan fakta terkait kasus di tol Cikampek yang sesungguhnya, tak bisa lain, wartawan harus turun ke lapangan.
Menurut Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo, dalam melakukan upaya mengungkapkan kebenaran terkait kejadian di tol Cikampek, wartawan tetap harus mengutamakan keselamatannya, terutama dalam situasi pandemi Covid-19 hari ini.