POSKOTA.CO.ID - Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor yang telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum dapat ditangkap.
Sahbirin Noor ditetapkan tersangka pada kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu meyakini bahwa Sahbirin Noor belum keluar dari wilayah Indonesia.
"Sejauh ini kami yakin yang bersangkutan itu masih ada di Indonesia," tegas Asep kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu 6 November 2024.
KPK dikatakan Asep sudah berkoordinasi dengan pihak imigrasi. Namun hingga kini, belum ada catatan bahwa yang bersangkutan telah melintasi perbatasan Indonesia.
Beberapa waktu lalu, imigrasi pun telah menerapkan cegah keluar negeri kepada Sahbirin. Oleh karena itu dia mengatakan saat ini belum ada urgensi untuk menerbitkan Red Notice.
"Informasi kami, komunikasi dengan imigrasi dan lain-lain itu belum ada di perlintasan, belum menyebrang keluar wilayah Indonesia," bebernya.
Disinggung apakah KPK akan mengeluarkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Sahbirin Noor. Asep menambahkan belum ada rencana untuk menerbitkan DPO.
Menurutnya hal itu dilakukan demi kelancaran proses penyidikan. "Ini terkait dengan teknis ya, takutnya mengganggu proses penyidikan yang kami lakukan. Jadi belum saya bisa beri tahu. Kalau saya beri tahu nanti orangnya mengantisipasi," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) saat ini tidak diketahui keberadaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan.
KPK menetapkan Sahbirin sebagai tersangka bersama enam orang lainnya yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.
Para tersangka lain dalam perkara tersebut adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).
Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Dalam proyek tersebut merupakan pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.
Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.