JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Salah satu mantan santri Ponpes Al Zaytun Indramayu, Reza Fahlevi, asal Cisarua, Jawa Barat, mengomentari ramainya kontroversi yang dialamatkan pada Panji Gumilang.
Panji Gumilang merupakan sosok pemimpin Al Zaytun yang disorot karena sikap-sikap dan ajarannya dinilai bertentangan dengan Islam.
Reza pun bercerita bagaimana pengalamannya saat masih mengenyam pendidikan di Ponpes Al Zaytun besutan Panji Gumilang. Kata dia, dahulu Al Zaytun sangat berbeda dengan apa yang digambarkan publik saat ini.
Reza merupakan angkatan keempat yang masuk saat 2002 dan keluar pada 2008. Menurutnya, ramai isu Al Zaytun bagian afiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) baru didengarkan saat sudah keluar dari ponpes itu.
Dan setelah ramai pemberitaan publik, di mana Panji Gumilang mulai menerapkan hal-hal eksentrik dalam ibadah, Reza mengaku tak sependapat dengannya.
"Saya tidak sependapat dengan Panji Gumilang dalam aspek ibadah. Tidak setuju, dan tidak sejalan," katanya disitat AKI Pagi, Jumat 23 Juni 2023.
Dahulu Al Zaytun digambarkan sebuah ponpes seperti biasa pada umumnya. Kurikulum pendidikan yang dijarkan pun sama dengan ponpes lainnya. Terkecuali ada beberapa tambahan kitab kuning yang dipelajari.
Dia berani mempertanggungjawabkan ucapannya, karena kehidupan Al Zaytun dinilai normal-normal saja ketika itu. Apalagi Reza dahulu merupakan salah satu pengurus pelajar seluruh Al Zaytun yang membidani peribadatan.
"Semua normal biasa, tidak ada salat berjarak, laki perempuan satu baris, tidak, sama sekali enggak ada. Salat semua rapat," kata dia.
Hanya saja diakui, di akhir saat dirinya mengenyam pendidikan, ada satu yang bisa dibilang di luar kebiasaan. Yakni soal azan di Al Zaytun yang berbeda.
"Dan itu di akhir-akhir (pendidikan saya), azannya mulai menghadap ke jemaah, sudah mulai dipraktekkan. yang lain-lain sih tidak ada," kata dia.
Sosok Panji Gumilang di Mata Santri
Selain itu, wacana pelajar perempuan menjadi khotib juga disebut sudah ada dari dulu. Akan tetapi karena ketika itu informasi soal benar salah sangat terbatas, sehingga banyak santri yang tak memahaminya. Terlebih Panji Gumilang dikenal sebagai sosok yang mengedepankan semangat kesetaraan.
"Kita memang enggak pernah menanyakan, karena memang apa yang dikatakan oleh Panji Gumilang kita telan bulat-bulat. Sekarang juga saya yakin sifatnya instruksi, dan bukan bagian atau masuk dalam kurikulum," katanya.
"Jadi dulu kurikulum murni, soal shaf salat, pergantian khutbah, enggak ada kalimat nabi bersabda di dalam Alquran. Jadi menurut saya itu instruksi saja."
Bagi para santri Panji Gumilang adalah seorang pembina yang perfeksionis. Apa yang dikatakan, kemudian kerap dijadikan sebagai 'sabda'.
Panji Gumilang juga dikenal sebagai pribadi yang kerap memiliki ide-ide cemerlang, berkaitan dengan pertanian, kehutanan, perikanan, dan dalam konteks pembangunan. Sehingga banyak santri menilai apa yang disampaikannya sebagai sesuatu hal yang sangat masuk diakal.
Tak Setuju Al Zaytun Dibubarkan
Pada kesempatan itu Reza lalu berharap agar Ponpes Al Zaytun tidak dinonaktifkan. Sebab dia yakin hanya sejumlah orang saja yang terlibat dalam gerakan-gerakan menyimpang dan berpendekatan pada NII.
Maka itu, sejumlah orang itu pulalah yang diharap yang seharusnya ditindak.
"Kalau izinnya dicabut, enggaklah ya (tidak setuju). Hanya saja (mungkin) perlu pergantian dan perlu diluruskan. Karena enggak semua yang terlibat, hanya 1, 2 orang saja," kata dia.
Al Zaytun dipercaya masih menjadi salah satu rujukan ponpes ideal bagi para santri. Di luar keanehan dan kontroversi, banyak jemaah Al Zaytun yang masih berharap ponpes itu masih ada.
"Makanya lihat kalau acara satu syuro, bisa ada 4 ribu mobil di sana. Asumsinya kalau satu mobil isi 6 orang, terbayang berapa jumlahnya yang datang. Bahkan melebihi warga desa di sekitar Al Zaytun itu sendiri," katanya.
Reza menggambarkan, ketika masuk dirinya mengeluarkan dana Rp 21 juta. Angka itu sudah termasuk semua kebutuhan hidupnya selama mondok di Al Zaytun.