ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Saya harus tetap melangkah ke depan. Di situlah kemudian saya mulai pelan-pelan keluar dari stigma diri saya. Ini karena dukungan dari teman-teman dan jaringan.”
Menurutnya, pengalaman tersebut sangat penting. Karena biasanya OYPMK sangat menutup diri sehingga susah bercerita.
“Ini sangat penting terutama untuk seorang OYPMK. Karena seorang OYPMK itu sangat menutup diri sehingga tidak punya teman untuk bercerita, tidak punya teman untuk berkeluh kesah.”
“Itulah yang membuat OYPMK semakin tertekan dan punya stigma diri. Takut menceritakan masalahnya, penyakitnya, dan sebagainya. Saya kira itulah terapi yang mungkin harus diberikan kepada seorang OYPMK,” terang Adriansyah.
Ketika OYPMK mempunyai teman berbagi cerita, mendengarkan, maka beban perasaannya menjadi ringan.
“Ternyata ada yang mau mendengarkan saya, ada yang mau menemani saya, atau ada yang ingin mendukung saya sehingga merasa tidak sendiri. Walaupun keluarga sendiri tidak mendukung tetapi di luar ada yang mendukung.”
Kebutuhan untuk healing mengacu pada lima dimensi. Yakni dimensi fisik, psikis, mental, relasi, dan spiritual. Demikian keterangan Executive Director Institute of Women Empowerment (IWE) Donna Swita.
Dia mencontohkan bagaimana orang yang memiliki stigma berdampak pada dimensi fisik.
“Orang yang punya stigma menjadi tidak bisa tidur dan sebagainya. Ini pasti akan berdampak pada dimensi fisik. Kemudian pada dimensi psikis mengalami stress. Terakhir dimensi spiritual. Dimensi spiritual tidak melulu soal agama sih.”
Di samping itu Donna menekan pentingnya pengetahuan atau informasi yang benar.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT